SERAYUNEWS-Di tengah derasnya arus digitalisasi dan kompetisi bisnis yang semakin dinamis, nama Virdies Nur Cahya mulai mencuri perhatian. Mahasiswi program Magister Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto ini membuktikan bahwa generasi muda bisa tampil sebagai pionir dalam pengembangan bisnis. Bukan hanya lewat teori, tetapi langsung dalam praktik nyata.
Virdies menyatukan ilmu dan praktik melalui bisnis yang dia miliki, Taylor De’Virdis. Taylor De’Virdis adalah sebuah thrift store yang berlokasi di Purwokerto. Melalui lini bisnisnya tersebut, Virdies tidak hanya menjual pakaian bekas berkualitas, tetapi juga meracik strategi marketing digital yang mampu menjangkau pasar luas, menggaet loyalitas konsumen, sekaligus membangun brand yang kuat di tengah persaingan yang padat.
Virdies mengungkapkan bahwa keputusannya membangun usaha thrift bukan sekadar tren. Namun, hal itu sebagai bentuk kontribusi terhadap gerakan fashion berkelanjutan alias sustainable fashion. Namun, ia sadar bahwa keberlangsungan bisnis tidak cukup hanya mengandalkan idealisme. “Di era ini, kekuatan bukan hanya di produk, tapi pada cara menyampaikan cerita produk itu ke konsumen dan itulah kekuatan marketing digital,” jelasnya lugas.
Dengan latar akademik di bidang manajemen, ia mulai menerapkan pendekatan strategis pada bisnisnya. Virdies aktif memanfaatkan media sosial seperti Instagram dan TikTok untuk promosi produk, membangun narasi merek, hingga menjalankan kampanye interaktif yang dekat dengan gaya komunikasi Gen Z dan milenial.
Salah satu pendekatan unik dari Virdies adalah bagaimana ia membangun kepribadian merek (brand personality) dari Taylor De’ Virdis. Feed Instagram toko miliknya tidak sekadar berisi katalog produk, tetapi juga menampilkan kisah pelanggan, behind-the-scenes proses kurasi produk, serta edukasi tentang nilai reuse dan thrift culture.
“Konsumen sekarang lebih suka berinteraksi dengan brand yang punya kepribadian dan nilai, bukan sekadar jualan,” jelas Virdies.
Ia memahami bahwa dalam era pemasaran digital, konsistensi visual, tone komunikasi, dan kedekatan emosional adalah aset berharga yang bisa membedakan brand-nya dari ribuan usaha sejenis.
Dari hasil kerja kerasnya membangun strategi konten dan interaksi digital, Virdies mengaku telah melihat pertumbuhan signifikan, baik dari segi penjualan maupun pengikut di media sosial. Ia juga memanfaatkan fitur-fitur platform seperti Instagram Ads dan TikTok Shop untuk memperluas jangkauan pasar. Tak jarang, produk-produknya habis terjual hanya dalam hitungan jam setelah unggahan katalog baru.
Virdies menambahkan, keberhasilan kampanye digital bukan hanya soal viralitas, tetapi soal konsistensi, analisa, dan kemauan untuk terus belajar dari data. “Saya terbiasa mengevaluasi performa konten, melihat insight, lalu melakukan penyesuaian strategi. Itu semua saya pelajari dari kuliah dan saya praktikkan langsung,” katanya.
Lewat kisah sukses Virdies, terlihat bahwa dunia akademik dan dunia usaha bukan dua hal yang terpisah. Ia berhasil memadukan teori manajemen modern dengan praktik nyata di lapangan. Marketing digital, baginya, bukan hanya alat promosi, tapi juga jembatan untuk membangun nilai dan kepercayaan.
Sebagai representasi generasi muda yang cerdas dan kreatif, Virdies membuktikan bahwa dengan tekad, ilmu, dan keberanian untuk tampil berbeda, siapa pun bisa membawa perubahan positif tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk lingkungan sekitar.