Cilacap, serayunews.com
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Cilacap Supriyanto melalui Kepala Bidang Tanaman Pangan Mlati Asih Budiarti mengatakan, dari 11 kecamatan yang mengembangkan tanaman porang tersebut, baru ada dua kecamatan yang sudah mulai berproduksi atau menghasilakan umbi yakni di Kecamatan Cipari dan Karangpucung.
“Yang sudah berproduksi atau panen ada di Kecamatan Cipari sekitar 5 hektar dan Karangpucung sekitar 0,7 hektar dengan rata-rata produksi sekitar 6 ton perhektar. Hingga bulan Mei sudah produksi umbi porang sekitar 34 ton,” ujar Mlati saat dikonfirmasi, Rabu (09/06).
Sementara itu, untuk wilayah kecamatan lain yang sedang merintis tanaman porang yakni Kawunganten, Jeruklegi, Wanareja, Majenang, Dayeuhluhur, Kutawaru Cilacap Tengah, Cimanggu, dan Kroya.
“Karena produksinya masih sedikit, produk dijual dalam bentuk umbi, sedangkan bibitnya bisa laku terjual hingga harga Rp 200 ribu perkilo gramnya, bahkan ada yang sampai Rp 300 ribu, tergantung kualitas porangnya,” ujarnya.
Mlati mengatakan, petani porang di Cilacap saat ini sedang konsentrasi pada penjualan bibitnya, yang dinilai harganya masih cukup tinggi dibandingkan dengan hasil umbinya.
Meski dari segi potensi dinilai bagus, karena tanaman porang mudah perawatannya dan tumbuh subur di tanah Jawa. Namun Dinas Pertanian Cilacap saat ini belum memprioritaskan budidaya tanaman porang ini, sebab di Cilacap saat ini masih prioritas pada komoditas padi, jagung dan kedelai.
“Porang belum menjadi prioritas, prioritas saat ini masih padi, jagung dan kedelai, makanya kami belum konsentrasi kesitu agar tidak mengganggu area tanam yang sudah ada,” ujarnya.
Semenatar itu, menurut Mlati, tahun 2022 mendatang budidaya porang akan menjadi prioritas pengembangan ekspor dengan anggaran dari APBN. Namun arahnya di luar Jawa yang memiliki lahan luas, dengan pengembangan hingga ratusan bahkan ribuan hektar.
“Memang di Jawa tumbuh subur, hanya saja Menteri Pertanian tidak diperkenankan untuk mengganti lahan tanaman padi, mungkin bisa di lahan perkebunan atau kehutanan ditumpangsarikan dengan porang di bawahnya,” ujarnya.
Sementara itu, untuk menunjang perekonomian, warga bisa memanfaatkan lahan pekarang sekitar rumah agar lebih produktif. Dimana tanaman porang bisa dipanen daru umur 1-2 tahun dengan masa panen muda, sedang dan tua.
“Saat ini porang dikespor bukan hanya sebagai bahan pangan saja tetapi untuk kosmetik juga, nanti bisa dikembangkan lebih banyak olahan variasi bahan makanan dari umbi porang,” ujarnya.
Selain itu, dalam pengembangannya saat ini di Cilacap sudah terbentuk asosiasi porang, yang di dalamnya banyak digerakkan oleh petani milenial.
Berdasarkan informasi dari berbagai sumber, harga porang saat ini, untuk umbi porang basah ada pada kisaran Rp 10.000 – Rp 13.000 perkilo gramnya, dan Porang Kering sekitar Rp 55.000 – Rp 65.000 perkilo gramnya. Dengan permintaan impor tertinggi dari Negara Jepang dan Korea.