SERAYUNEWS–Memasuki usia 117 tahun, Sekolah 3 Bahasa Putera Harapan (Puhua ) semakin mantap menapaki dunia pendidikan dengan keberagaman. Usia 117 tahun Puhua School menjadi Indonesia mini, dengan semangat toleransi dan keberagaman yang tumbuh subur.
Sekolah yang memiliki sejarah panjang ini, awalnya berdiri di Kecamatan Sokaraja pada tahun 1906. Setelah melalui berbagai macam kejadian, Puhua kembali lahir pada 30 April 2006 dan bertempat di Kota Purwokerto hingga saat ini.
Mengapa lahir kembali? Karena bersama 1800 sekolah Tionghoa lainnya di seluruh Indonesia, Puhua pernah dinon-aktifkan. Sehingga, seluruh siswanya harus belajar di rumah. Dua puluh tahun kemudian para alumni membangun kembali Puhua dengan filosofi “有教无类(You Jiao Wu Lei)” yang berarti “Pendidikan Tanpa Perbedaan”.
Sekolah ini mengusung pendidikan tiga bahasa sekaligus, yaitu bahasa Indonesia, Mandarin, dan Inggris. Sekolah ini di bawah bendera Sekolah 3 Bahasa Putera Harapan atau akrab disebut Puhua School. Pendirinya adalah Yayasan Putera Harapan Banyumas (PHB). Hingga saat ini, Puhua mampu membuktikan bahwa keberadaannya bukan sekadar institusi pendidikan berlabel sekolah belaka. Namun, Puhua adalah sebuah teladan sekaligus rumah bagi semangat toleransi dan keberagaman tumbuh subur. Ibarat Indonesia mini, ia melestarikan semangat sekaligus jiwa pemersatu kebhinnekaan.
Jika ditarik ke belakang, tali sejarah pendirian Sekolah Puhua, maka langkah tegap perintis Puhua di era awal yang bernama Tan Swie Sing menjadi napas Sekolah Puhua, tetap hidup bahkan berjaya hingga hari ini. Jiwa pendidik dan semangat mengajar calistung inilah yang menjadi cikal bakal Puhua dan berlanjut ke sang putera Tan Hay Siang. Sekolah sederhana tahun 1906 di Sokaraja inilah hingga hari ini terus bertumbuh. Dari 3 ruang bersekat sederhana di rumahnya 117 tahun yang lalu menjadi sebuah rumah harapan bagi semua orang dalam mensyukuri keberagaman sebagai sebuah keniscayaan di bumi Indonesia.
Merayakan satu abad lebih Puhua, sepanjang bulan April siswa siswi Puhua School mengisi kegiatan dengan aktivitas belajar budaya. Mulai dari kentongan, jemparingan, dolanan koena (mainan kuno), membatik, hingga berkenalan dengan seni lengger dan gamelan. Deretan permainan rakyat nyaris punah mulai dari tulupan atau pletokan, egrang batok kelapa, mobil kayu gledegan, congklak atau dakon, hingga gasing dan hulahup turut mereka mainkan dengan atraktif. Siswa tak hanya belajar mempraktikkan langsung tetapi juga mengenal sejarah setiap budaya dan meresume ulang pengalaman mereka dalam bentuk cerita.
Puhua terus menumbuhsuburkan keberagaman seni budaya Banyumas di tengah lingkungan pendidikan modern berwawasan internasional berbasis student-centered melalui 3 kurikulum : Nasional, Pearson dan Hebei Tiongkok. Anak anak Indonesia khususnya generasi muda di Banyumas ini dapat bekal kemampuan bahasa asing dan ilmu pengetahuan yang komperhensif melalui berbagai metode ajar kreatif di tengah kompetisi global yang akan mereka hadapi selepas lulus nanti.
Puhua School bertumbuh dan beradaptasi mendorong kemajuan pendidikan modern di Jawa Tengah khususnya Purwokerto tempatnya berpijak tanpa meninggalkan karakter ketimuran yang lekat dan menjaga keberagaman warisan seni budaya tetap lestari.
“Melalui pemahaman pada keberagaman seni dan budaya, Puhua menjadi harapan tempat bersemainya semangat toleransi antar sesama. Hal ini menjadi kiprah nyata kecintaan para pendiri Puhua pada tanah air Indonesia melalui bidang pendidikan yang sepenuh sungguh mewujud nyata setiap hari di sekolah,” kata Ketua Yayasan PHB, Yudi Sutanto.