SERAYUNEWS-Sebanyak 168 narapidana kasus terorisme menempati sejumlah lembaga pemasyarakatan (Lapas) di Nusakambangan dan Cilacap. Untuk menurunkan risiko, program deradikalisasi pun diperkuat dengan menggandeng berbagai pihak termasuk Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) hingga Badan Intelijen Negara (BIN).
Koordinator Wilayah Pemasyarakatan Nusakambangan dan Cilacap Mardi Santoso mengatakan, dari 168 napi teroris tersebut, 166 di antaranya menempati sejumlah Lapas Nusakambangan dan 2 napi menempati Lapas Cilacap.
Mardi menyampaikan, dengan adanya pola pendekatan dan asesmen terhadap risiko pengulangan tindak pidana narapidana, hingga saat ini sudah banyak napi teroris yang pemahaman tentang radikalisme mengalami penurunan. Sehingga mereka bersedia ikrar setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
“Jadi narapidana yang masih di lapas high risk (berisiko tinggi) berarti dia belum setia NKRI. Sementara narapidana yang sudah di lapas maksimum, lapas medium, itu berarti dia sudah menyatakan setia kepada NKRI,” Mardi yang juga Kepala Lapas Kelas I Batu, Senin (15/5/2023).
Kendati demikian, narapidana terorisme yang belum ikrar NKRI dan menempati Lapas Super Maximum Security, tidak ada pembinaan kemandirian melainkan terfokus pada program pembinaan kepribadian yang meliputi pembinaan kesadaran beragama, pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara, pembinaan kesadaran hukum, serta konseling psikologi.
“Kemudian jika narapidana tersebut sudah berikrar untuk janji setia kepada NKRI maka akan dipindah ke Lapas Maximum ataupun Medium,” imbuhnya.
Mardi menambahkan, suksesnya program deradikalisasi terbantu oleh kehadiran BNPT, Densus, dan BIN, karena dinilai ada parameter-parameter untuk mengukur tingkat pemahaman napi kasus terorisme terhadap paham radikalisme. Seperti diketahui, di Nusakambangan juga terdapat Balai Pemasyarakatan yang melakukan asesmen terhadap perilaku warga binaan atau napi kasus terorisme.