SERAYUNEWS – Musik bukan sekadar hiburan, tetapi juga medium untuk menyuarakan kegelisahan, kritik sosial, hingga aspirasi rakyat.
Di Indonesia, beberapa lagu pernah diberedel atau dilarang beredar karena dianggap terlalu tajam dalam menyentil pemerintah atau isu-isu sensitif lainnya.
Meski demikian, banyak dari lagu-lagu ini justru semakin populer dan menjadi simbol perlawanan terhadap ketidakadilan.
Fenomena pelarangan lagu di Indonesia bukanlah hal baru. Dari era Orde Baru hingga reformasi, pemerintah dan pihak berwenang kerap menyoroti lagu-lagu yang dinilai berpotensi mengguncang stabilitas politik atau menyinggung institusi tertentu.
Tidak hanya musisi independen, band dan penyanyi terkenal seperti Iwan Fals, Doel Sumbang, hingga Slank pun pernah mengalami pembungkaman karya mereka.
Salah satu contoh terbaru adalah kontroversi lagu “Bayar Bayar Bayar” dari band punk asal Purbalingga, Sukatani.
Lagu ini mengkritik praktik pungutan liar dan dugaan korupsi di instansi tertentu, yang akhirnya membuat band tersebut harus meminta maaf dan menarik lagu dari platform digital.
Namun, jauh sebelum itu, sudah ada banyak lagu yang mengalami nasib serupa.
Berikut adalah lima lagu yang pernah diberedel di Indonesia karena dianggap kontroversial.
Dirilis pada era 1980-an, lagu “Mimpi di Siang Bolong” karya Doel Sumbang mengandung kritik terhadap pemerintahan saat itu.
Liriknya yang menyentil isu korupsi dan ketidakadilan membuat lagu ini dianggap dapat memicu sentimen negatif terhadap pemerintah.
Akibatnya, “Mimpi di Siang Bolong” dilarang beredar oleh otoritas terkait.
Iwan Fals dikenal sebagai musisi yang vokal menyuarakan aspirasi rakyat.
Lagu “Surat untuk Wakil Rakyat” yang dirilis pada 1987 menyampaikan kekecewaan terhadap anggota dewan yang dianggap tidak peka terhadap kebutuhan masyarakat.
Liriknya menyoroti wakil rakyat yang sering tidur saat sidang dan kurang responsif terhadap aspirasi publik.
Karena dianggap menghina kinerja DPR dan berpotensi menimbulkan ketegangan politik, lagu ini dilarang diputar di media pada masa Orde Baru.
“Genjer-genjer” awalnya adalah lagu daerah Banyuwangi yang diciptakan oleh M. Arief pada 1940-an.
Lagu ini bercerita tentang tanaman genjer yang menjadi makanan rakyat miskin pada masa penjajahan Jepang.
Namun, pada era 1960-an, lagu ini diasosiasikan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan sering dinyanyikan dalam acara-acara mereka.
Setelah peristiwa G30S pada 1965, “Genjer-genjer” dilarang oleh pemerintah Orde Baru karena dianggap terkait dengan PKI.
Grup band Elpamas merilis lagu “Pak Tua” pada akhir 1980-an.
Lagu ini dianggap sebagai sindiran terhadap Presiden Soeharto yang saat itu sudah lama berkuasa.
Meski tidak menyebut nama secara langsung, liriknya yang menyebut tentang pemimpin tua yang enggan turun membuat lagu ini dilarang beredar oleh pemerintah karena dianggap mengandung muatan politis yang sensitif.
Dirilis pada 2004 dalam album PLUR, lagu “Gosip Jalanan” oleh Slank mengangkat isu korupsi di kalangan pejabat pemerintah.
Liriknya yang blak-blakan menyebut praktik korupsi membuat lagu ini menuai kontroversi.
Pada 2008, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sempat menggugat Slank karena merasa tersinggung dengan isi lagu tersebut.
Meskipun demikian, “Gosip Jalanan” tetap populer di kalangan penggemar musik Indonesia.
Selain kelima lagu di atas, baru-baru ini grup musik punk asal Purbalingga, Sukatani, menjadi sorotan publik setelah lagu mereka yang berjudul “Bayar Bayar Bayar” menuai kontroversi.
Lagu yang dirilis pada 24 Juli 2023 ini mengkritik praktik korupsi dan pungutan liar, termasuk yang diduga melibatkan oknum kepolisian.
Akibat tekanan dan kontroversi yang muncul, Sukatani secara terbuka meminta maaf kepada Kapolri dan institusi Polri, serta menarik lagu tersebut dari semua platform streaming digital.
Fenomena pelarangan lagu di Indonesia seringkali berkaitan dengan lirik yang dianggap mengancam stabilitas pemerintah atau mengandung kritik sosial yang tajam.
Meskipun demikian, banyak dari lagu-lagu tersebut tetap dikenang dan menjadi simbol perlawanan terhadap ketidakadilan.***