SERAYUNEWS – Penangkapan para remaja yang hendak melakukan tawuran di wilayah Purbalingga akhir pekan lalu, mengungkap suatu fenomena gengster di kalangan remaja.
Gerombolan mereka ini, ternyata bukan sebuah klub atau komunitas sepeda motor. Kelompok yang mayoritas anak beranjak remaja ini, hanya gerombolan teman nongkrong. Namun, keberadaanya memang di dasari niat negatif, adu gengsi dan keberanian.
Satu pelaku akhirnya tertangkap polisi, Vito Alvianto, warga Desa Kembangan, Kecamatan Bukateja, Purbalingga. Dia merupakan bagian dari Geng Purbalingga Gaya Bebas.
“Purbalingga Gaya Bebas itu teman-teman nongkrong. Anggotanya dari Desa Kembangan, Bukateja, dan Kedungjati,” kata Vito.
Dia menyebut, rata-rata anggotanya sudah tidak sekolah. Ada juga yang kesehariannya bekerja seperti dia, membantu usaha orangtuanya di rumah. Untuk bisa bergabung di kelompok tersebut, tidak ada syarat khusus. Bahkan untuk seleksi pun, tidak ada.
Selain Purbalingga Gaya Bebas, ada juga kelompok lain. Sepengetahuan Vito, ada yang namanya Warok, dan Enjoy Warlok. Sebelumnya, di ketahui juga ada kelompok yang beranggotakan para pelajar, yakni Basis atau Barisan Siswa.
Namun sejauh ini, belum pernah terjadi perseteruan antar kelompok sesama Purbalingga.
“Tidak ada kegiatan, cuma nongkrong-nongkrong saja,” ujar Vito.
Emosional yang masih labil, pencarian jati diri, krisis identitas dan kurang hangatnya hubungan di keluarga, menjadi faktor pemicu anak-anak berperilaku menyimpang. Berkelompok dan membuat sekte yang cenderung berisi kegiatan negatif, kekerasan salah satunya.
Fenomena gengster di Purbalingga seperti ini, perlu di waspadai. Keluarga sebagai lingkungan paling kecil, harus lebih perhatian sebelum akhirnya muncul lagi Vito lainnya. Akibat ulahnya yang tak bermakna, justru merugikan banyak pihak.
“Ini adalah kebersamaan yang salah tempat dan fungsinya. Di mana dengan kebersamaan, muncul nilai lebih bagi mereka, keberanian, dan sebagainya,” kata Kasat Reskrim Polres Purbalingga, AKP Suyanto.
AKP Suyanto meyakini, bahwa fenomena ini juga ada pengaruh keterbukaan informasi. Fenomena gengster ini karena mereka melihat seperti di kota-kota lain. Pencarian jati diri, dan menjunjung solidaritas, namun tidak memikirkan efek negatifnya.
“Bergabung dengan sesuatu kelompok, merasa harus memiliki solidaritas. Hanya saja pada hal yang keliru, dan tidak memikirkan efeknya,” ujarnya.
Maka dari itu, Kasat Reskrim berpesan kepada masyarakat, agar meningkatkan perhatian dan keharmonisan di dalam keluarga. Sehingga anak akan merasa nyaman dan terbuka, dengan orangtua.
“Para orangtua juga perlu meningkatkan perhatian terhadap anak-anaknya, sehingga tidak terjerumus ke hal-hal negatif,” kata dia.