SERAYUNEWS – Akreditasi unggul sama dengan A atau B? Di dunia pendidikan tinggi Indonesia, istilah akreditasi sering kali membingungkan masyarakat, terutama sejak Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) mengganti sistem peringkat dari A, B, dan C menjadi Unggul, Baik Sekali, dan Baik.
Perubahan ini kerap menimbulkan pertanyaan di kalangan calon mahasiswa, orang tua, hingga pemberi kerja: apakah peringkat Unggul sama dengan A, lalu apakah Baik Sekali setara dengan B?
Kebingungan tersebut wajar terjadi karena saat ini ada dua konteks yang berjalan bersamaan.
Pertama adalah konversi dari sistem lama menggunakan mekanisme tertentu, dan kedua adalah penilaian murni berdasarkan instrumen baru yang diperkenalkan BAN-PT.
Perubahan sistem ini bukan sekadar pergantian istilah, melainkan bagian dari reformasi akreditasi pendidikan tinggi.
Sebelumnya, BAN-PT menilai perguruan tinggi dan program studi berdasarkan Instrumen Akreditasi 7 Standar yang menghasilkan peringkat A, B, dan C.
Namun, sejak terbitnya Peraturan BAN-PT No. 1 Tahun 2022, sistem tersebut diganti dengan Instrumen Akreditasi Program Studi (IAPS) 4.0 dan Instrumen Akreditasi Perguruan Tinggi (IAPT) 3.0.
Instrumen baru ini lebih menekankan pada luaran (outcome-based), artinya fokus penilaian tidak hanya pada proses pembelajaran, tetapi juga pada hasil yang dicapai, seperti kualitas lulusan, penelitian, dan kontribusi nyata kepada masyarakat.
Untuk menjembatani masa transisi, BAN-PT menyediakan mekanisme Instrumen Suplemen Konversi (ISK). Melalui mekanisme ini, peringkat lama dapat dikonversi ke peringkat baru dengan hasil berikut:
A setara dengan Unggul
B setara dengan Baik Sekali
C setara dengan Baik
Dengan demikian, jika sebuah program studi menyebut akreditasinya “Unggul” karena hasil konversi, maka hal itu sama dengan peringkat “A” pada sistem sebelumnya.
Namun, jika akreditasi diperoleh langsung melalui instrumen baru, maka peringkat Unggul tersebut berdiri sendiri, bukan sekadar pengganti A. Artinya, mutu yang diukur berdasarkan sistem baru ini memiliki parameter yang lebih kompleks dan ketat.
Dalam sistem baru, setiap peringkat memiliki ambang batas skor dan kriteria tambahan yang disebut syarat perlu. Berikut gambaran umumnya:
Syarat perlu meliputi indikator kunci seperti kualifikasi dosen, kualitas kurikulum, ketercapaian pembelajaran, hingga luaran mahasiswa.
Jika sebuah prodi mendapatkan skor tinggi, misalnya 370, namun gagal memenuhi salah satu syarat perlu, maka peringkatnya otomatis turun menjadi Baik Sekali.
Bagi calon mahasiswa, pemahaman mengenai peringkat akreditasi penting sebagai pertimbangan dalam memilih perguruan tinggi.
Akreditasi memengaruhi reputasi kampus, peluang kerja lulusan, bahkan kesempatan mendapatkan beasiswa atau melanjutkan studi ke jenjang lebih tinggi.
Sementara bagi pemberi kerja, akreditasi juga bisa menjadi indikator mutu pendidikan calon karyawan.
Meski begitu, dengan adanya sistem baru ini, perusahaan disarankan memahami bahwa “Unggul” bukan sekadar pengganti huruf A, melainkan penilaian yang sudah berbasis standar kualitas yang lebih ketat.
Demikian informasi tentang akreditasi kampus unggul sama dengan A atau B.***