SERAYUNEWS – Fenomena “Eat the Rich” kembali menggema di media sosial X (dulu Twitter) dalam beberapa hari terakhir. Lantas, apa arti dari kalimat tersebut?
Ungkapan ini ramai dibicarakan usai mencuat isu penjarahan di Indonesia, sekaligus terinspirasi dari protes besar di Nepal yang dilakukan anak muda Gen Z terhadap pemerintah yang sarat korupsi.
Slogan “Eat the Rich” bukan sekadar kata-kata emosional. Di baliknya tersimpan kritik sosial yang sudah berumur ratusan tahun.
Lalu, kini kembali relevan di tengah krisis ekonomi global, ketidakadilan sosial, hingga jurang kesenjangan yang semakin melebar.
Bagi banyak orang, istilah ini terdengar provokatif. Namun, “Eat the Rich” sebenarnya tidak berarti mengajak membenci orang kaya secara personal.
Sebaliknya, frasa ini digunakan sebagai simbol perlawanan terhadap kelompok elite yang menumpuk kekayaan, sementara masyarakat luas justru menanggung beban berat.
Ungkapan ini populer sejak era Revolusi Prancis. Filsuf Jean-Jacques Rousseau pernah menulis, “Ketika rakyat tak punya apa-apa lagi untuk dimakan, mereka akan memakan orang kaya.”
Saat itu, Raja Louis XVI dan para bangsawan hidup mewah, sedangkan rakyat jelata hanya bisa bertahan dengan roti basi.
Ironisnya, 98 persen masyarakat tidak punya suara di pemerintahan. Ketidakadilan inilah yang akhirnya meledak dalam Revolusi 1789.
Ratusan tahun kemudian, istilah “Eat the Rich” tidak hilang begitu saja.
Justru, ia terus hadir dalam karya budaya populer yang menyinggung ketidakadilan sosial.
Melalui film-film ini, publik bisa melihat bagaimana konsep “Eat the Rich” dipahami bukan sebagai kebencian terhadap individu kaya, melainkan penolakan terhadap sistem yang dianggap tidak adil.
Fenomena ini makin relevan di era modern. Menurut data Pew Research, jurang kekayaan antara keluarga terkaya dan termiskin di Amerika Serikat meningkat dua kali lipat sejak 1989 hingga 2016.
Pandemi COVID-19 membuat situasi semakin nyata. Di satu sisi, jutaan orang kehilangan pekerjaan, sementara di sisi lain, miliarder seperti Jeff Bezos justru menambah kekayaan hingga miliaran dolar.
Kontras inilah yang membuat “Eat the Rich” menjadi slogan populer di berbagai protes sosial, mulai dari Black Lives Matter hingga aksi mahasiswa di berbagai negara.
Di Indonesia, frasa ini kembali trending di X sejak pertengahan September 2025.
Sejumlah warganet menyoroti bagaimana rakyat kecil menanggung pajak, PHK, hingga harga kebutuhan yang terus naik, sementara elite ekonomi terlihat makin menumpuk harta.
Bahkan, akun-akun populer menekankan bahwa maksud dari slogan ini bukanlah membenci individu kaya, melainkan mengkritisi sistem yang membuat beban justru ditanggung rakyat kecil.
Tagar #EatTheRich yang pernah viral di TikTok pada 2020 kini kembali memanas di platform X, menandakan keresahan publik yang belum reda.
“Eat the Rich” hari ini tidak hanya jadi guyonan internet atau bahan meme.
Ia juga mewakili semangat protes lintas isu, mulai dari keadilan rasial, hak pekerja, hingga keberlanjutan lingkungan.
Dengan begitu, frasa ini bisa dipahami sebagai simbol universal melawan ketidakadilan, bukan hanya pada persoalan ekonomi, tetapi juga ketimpangan kekuasaan secara umum.***