SERAYUNEWS – Selama beberapa bulan terakhir, harga emas terus menanjak dan mencetak rekor baru. Lantas, apa penyebab harga emas naik terus hingga hari ini?
Fenomena ini tidak hanya dirasakan oleh pelaku pasar global, tetapi juga masyarakat Indonesia yang ramai membeli emas untuk investasi.
Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, menjelaskan bahwa meningkatnya minat masyarakat membeli emas dipicu oleh ketidakpastian ekonomi global dan kebijakan moneter Amerika Serikat (AS).
Menurut Tito, dunia sedang berada dalam periode penuh gejolak akibat konflik geopolitik dan perang dagang antarnegara besar.
Situasi ini membuat banyak investor merasa waswas terhadap masa depan ekonomi dunia.
“Lonjakan harga emas dunia ini mencapai sekitar 40 persen,” kata Tito dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah di Jakarta, Senin (13/10/2025).
Kondisi tersebut, lanjut Tito, mendorong banyak orang mencari aset yang lebih aman, salah satunya emas.
Dalam istilah ekonomi, ini dikenal sebagai fenomena flight to safety, perpindahan dana dari aset berisiko ke aset yang dianggap stabil.
Faktor besar lain yang ikut memicu kenaikan harga emas adalah kebijakan Bank Sentral AS (The Federal Reserve)yang menurunkan suku bunga acuan. Ketika suku bunga bank turun, bunga simpanan ikut merosot.
Akibatnya, banyak investor mengalihkan dana mereka ke aset lain yang lebih menjanjikan, seperti emas. Ada dua arah reaksi utama dari kondisi ini:
Kedua langkah ini secara tidak langsung meningkatkan permintaan emas global, sehingga harga emas terus menanjak.
Fenomena tersebut bahkan menciptakan semacam “gold rush modern”, tren besar-besaran membeli emas di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Tito menambahkan bahwa lonjakan harga emas ikut menyumbang kenaikan inflasi di dalam negeri.
“Penyumbang utama inflasi itu berasal dari kenaikan harga emas,” ujarnya.
Berdasarkan data terakhir, inflasi Indonesia naik menjadi 0,21 persen karena pengaruh kenaikan harga logam mulia ini.
Kenaikan harga emas tidak hanya terjadi karena ketidakpastian global, tapi juga karena aliran dana besar ke instrumen investasi berbasis emas, seperti exchange-traded funds (ETF).
ETF emas merupakan produk investasi yang memungkinkan investor memiliki eksposur terhadap harga emas tanpa perlu menyimpan emas fisik.
Selama 2025, investor institusional menunjukkan minat besar terhadap ETF emas.
Dana yang masuk ke instrumen ini mencapai rekor tertinggi dalam beberapa tahun terakhir.
Tren tersebut menunjukkan bahwa kepercayaan terhadap emas sebagai aset pelindung nilai semakin kuat.
Ketika pasar saham terlihat terlalu berisiko, investor cenderung mengalihkan modalnya ke emas karena dianggap lebih stabil.
Analis pasar global memperkirakan harga emas di pasar dunia telah naik sekitar 51 persen sepanjang tahun ini, kenaikan tahunan terbesar sejak akhir 1970-an.
Fenomena ini menunjukkan bagaimana emas kembali berperan sebagai “penyelamat” di tengah ketidakpastian ekonomi global.
Menariknya, lonjakan harga emas juga berkaitan dengan dinamika sektor teknologi, khususnya reli saham perusahaan berbasis kecerdasan buatan (AI).
Banyak investor menilai bahwa valuasi saham-saham teknologi kini sudah terlalu tinggi, sehingga mereka mulai mencari alternatif aset untuk melindungi keuntungan.
Ahli strategi global menyebut emas kini berfungsi sebagai lindung nilai terhadap risiko kegagalan boom teknologi AIdan potensi koreksi pasar saham besar-besaran.
Selain itu, sebagian analis juga menilai bahwa emas kini memiliki korelasi yang semakin kuat dengan Bitcoin, yang sama-sama dianggap sebagai aset penyimpan nilai yang tidak bergantung pada pemerintah.
Namun, mereka mengingatkan bahwa volatilitas tetap akan menjadi bagian dari perjalanan harga emas.
Kenaikan harga tidak akan selalu lurus, dan koreksi bisa saja terjadi sewaktu-waktu.
Kondisi inilah yang justru memberi peluang bagi investor cerdas untuk masuk ketika harga terkoreksi.
Kenaikan harga emas dunia ikut berdampak pada pasar domestik Indonesia.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa emas perhiasan menjadi penyumbang inflasi tertinggi sepanjang Januari hingga September 2025.
Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menjelaskan bahwa harga emas perhiasan naik delapan kali dalam sembilan bulan terakhir.
“Jadi hampir setiap bulan emas perhiasan mengalami kenaikan,” ucapnya.
Secara akumulatif, emas perhiasan memberikan andil inflasi sebesar 0,43 persen sepanjang tahun kalender hingga September 2025.
Artinya, harga emas bukan hanya mencerminkan gejolak global, tetapi juga mempengaruhi daya beli masyarakat dan stabilitas ekonomi nasional.
Di pasar fisik, harga emas batangan Antam juga terus mencetak rekor baru. Hingga pertengahan Oktober 2025, harga jual emas Antam berada di kisaran Rp2,2 juta per gram, tertinggi dalam sejarah.
Para analis memperkirakan reli harga emas masih akan berlanjut hingga tahun depan.
Beberapa lembaga keuangan internasional memproyeksikan harga emas dapat menembus US$5.000 per troy ounce pada 2026, seiring dengan potensi penurunan lanjutan suku bunga The Fed.
Bagi Anda yang ingin berinvestasi emas, para pakar menyarankan untuk:
Langkah bijak seperti ini membantu Anda memanfaatkan momentum kenaikan harga tanpa terjebak spekulasi jangka pendek.***