SERAYUNEWS – Jika Anda membutuhkan informasi mengenai apa yang dimaksud dengan Manhaj Tarjih Muhammadiyah, Anda bisa menyimak artikel ini sampai akhir.
Pasalnya, Muhammadiyah dikenal sebagai salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia dengan peran penting dalam bidang dakwah, pendidikan, dan kesehatan.
Sejak awal berdirinya, Muhammadiyah mendefinisikan dirinya sebagai “Gerakan Islam, dakwah amar makruf nahi munkar dan tajdid, bersumber kepada al-Qur’an dan as-Sunnah, serta berasas Islam.”
Dalam menjalankan visi besarnya, tentu diperlukan kerangka berpikir yang sistematis.
Muhammadiyah tidak sembarangan dalam menafsirkan ajaran Islam, melainkan memiliki prinsip dan metode yang disebut Manhaj Tarjih.
Dalam kehidupan modern, umat Islam dihadapkan pada berbagai persoalan baru yang tidak selalu ditemukan jawabannya dalam kitab fikih klasik.
Mulai dari isu bioetika, teknologi digital, hingga problem sosial kontemporer.
Di sinilah Muhammadiyah hadir dengan Manhaj Tarjih sebagai metodologi agar setiap keputusan keagamaan tetap bersandar pada al-Qur’an dan Sunnah, tetapi relevan dengan perkembangan zaman.
Aktivitas tarjih tidak dilakukan sembarangan. Ia harus berlandaskan asas, prinsip, dan metode yang jelas.
Karena itu, Manhaj Tarjih menjadi semacam peta jalan agar ijtihad dalam Muhammadiyah tetap konsisten, rasional, dan kontekstual.
Secara bahasa, manhaj berarti metode, sementara tarjih berasal dari disiplin ilmu usul fikih yang awalnya bermakna memilih atau menguatkan dalil di antara pendapat yang berbeda.
Namun, dalam konteks Muhammadiyah, tarjih mengalami perluasan makna.
Tarjih bukan hanya memilih dalil yang lebih kuat, melainkan identik dengan aktivitas ijtihad untuk merespons persoalan sosial, kemanusiaan, dan keagamaan sesuai tuntunan Islam.
Dengan kata lain, Manhaj Tarjih adalah sebuah sistem yang berisi seperangkat wawasan, sumber, pendekatan, dan prosedur teknis yang dijadikan pegangan dalam melakukan ijtihad.
Sistem inilah yang kemudian menjadi fondasi bagi Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah dalam merumuskan pandangan keagamaan.
Menariknya, hampir semua ormas Islam besar di Indonesia memiliki lembaga fatwa dengan metodologi masing-masing.
Misalnya, Nahdlatul Ulama (NU) memiliki Bahsul Masail dengan sistem pengambilan keputusan hukum, Majelis Ulama Indonesia (MUI) memiliki Komisi Fatwa, sementara Persatuan Islam (PERSIS) punya Dewan Hisbah.
Di Muhammadiyah, fungsi serupa dijalankan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid dengan pegangan Manhaj Tarjih.
Perbedaan utamanya terletak pada pendekatan yang lebih menekankan rasionalitas dan semangat tajdid (pembaruan).
Manhaj Tarjih tidak hanya bicara soal hukum ibadah, tetapi mencakup seluruh aspek kehidupan umat.
Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah (MKCHM) menegaskan bahwa ajaran Islam adalah satu kesatuan utuh yang meliputi akidah, akhlak, ibadah, dan muamalat duniawiyah.
Dengan cakupan ini, setiap rumusan tarjih tidak berhenti pada tataran hukum, melainkan diarahkan untuk mewujudkan pranata sosial yang lebih baik.
Hukum Islam dalam pandangan Muhammadiyah bukanlah tujuan akhir, tetapi sarana untuk membangun kehidupan sosial yang berkeadaban.
Dalam Musyawarah Nasional Tarjih tahun 2000 di Jakarta, Muhammadiyah merumuskan pendekatan metodologis yang dikenal dengan tiga epistemologi.
Ketiganya menjadi kerangka berpikir dalam menyusun keputusan keagamaan:
Ketiga epistemologi ini berjalan saling melengkapi.
Dengan kombinasi bayani, burhani, dan irfani, Muhammadiyah berusaha menjaga keseimbangan antara teks suci, rasionalitas, dan spiritualitas.
Manhaj Tarjih bukan sekadar teori di atas kertas. Ia menjadi dasar bagi Muhammadiyah dalam merumuskan sikap keagamaan terkait berbagai isu kontemporer.
Misalnya, fatwa tentang vaksinasi, donasi organ, hingga pandangan terhadap perkembangan teknologi finansial berbasis digital.
Dengan metodologi ini, Muhammadiyah mampu menjawab kebutuhan zaman tanpa kehilangan pijakan pada sumber utama ajaran Islam.
Inilah yang membuat Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan Islam yang berkemajuan.
Manhaj Tarjih Muhammadiyah adalah metodologi ijtihad yang dirancang untuk menjawab tantangan zaman berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah, tetapi dengan tetap membuka ruang bagi nalar dan spiritualitas.
Ia tidak hanya berbicara tentang hukum ibadah, melainkan juga mengatur cara pandang terhadap persoalan sosial, politik, ekonomi, hingga budaya.
Dengan Manhaj Tarjih, Muhammadiyah menegaskan komitmennya untuk menghadirkan Islam yang autentik, rasional, dan relevan, sehingga dapat menjadi solusi bagi problem kehidupan modern.***