SERAYUNEWS- Menjual daging kurban merupakan topik yang sering menimbulkan pertanyaan di kalangan umat Islam, terutama menjelang Idul Adha.
Dalam Islam, terdapat perbedaan hukum antara pihak yang berkurban (shohibul qurban) dan penerima daging kurban terkait penjualan daging tersebut.
Penyembelihan hewan kurban dimulai setelah selesai pelaksanaan salat Idul Adha pada tanggal 10 Dzulhijjah.
Hal ini didasarkan pada hadits Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa penyembelihan sebelum salat Id tidak dianggap sebagai ibadah kurban, melainkan hanya sebagai daging biasa untuk keluarga.
Waktu yang paling utama untuk menyembelih hewan kurban adalah pada tanggal 10 Dzulhijjah, segera setelah salat Idul Adha dan sebelum matahari tergelincir (sebelum waktu zuhur).
Melaksanakan penyembelihan pada waktu ini dianggap lebih afdhal karena mengikuti sunnah Rasulullah SAW.
Bagi shohibul qurban, menjual bagian apa pun dari hewan kurban, termasuk daging, kulit, tanduk, dan bulunya, tidak diperbolehkan.
Hal ini berdasarkan hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah:
“Barang siapa yang menjual kulit hewan kurbannya maka kurbannya tidak diterima.”
(HR. Al-Hakim dan Al-Baihaqi)
Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmū’ Syarh al-Muhadzdzab menegaskan bahwa menjual bagian dari hewan kurban, baik yang wajib maupun sunnah, tidak diperbolehkan.
Tujuan utama dari kurban adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui pengorbanan, sehingga tidak selayaknya bagian dari hewan kurban dijadikan komoditas perdagangan oleh orang yang berkurban.
Berbeda halnya dengan penerima daging kurban, terutama mereka yang tergolong fakir miskin.
Setelah daging kurban diberikan kepada mereka, status kepemilikan berpindah, sehingga mereka memiliki hak penuh atas daging tersebut.
Dengan demikian, mereka diperbolehkan untuk mengonsumsi, menyimpan, atau bahkan menjual daging kurban tersebut sesuai kebutuhan mereka.
Namun, bagi penerima yang tergolong orang kaya, terdapat perbedaan pendapat.
Beberapa ulama berpendapat bahwa mereka sebaiknya tidak menjual daging kurban yang diterima, melainkan mengonsumsinya, menyedekahkannya kembali, atau menggunakannya untuk menjamu tamu.
Hal ini karena tujuan utama dari pemberian daging kurban adalah untuk membantu mereka yang membutuhkan.
Dalam syariat Islam, menjual daging kurban oleh shohibul qurban tidak diperbolehkan karena bertentangan dengan tujuan ibadah kurban itu sendiri.
Namun, bagi penerima daging kurban, terutama yang tergolong fakir miskin, diperbolehkan untuk menjual daging tersebut sesuai kebutuhan mereka.
Penting bagi umat Islam untuk memahami perbedaan ini agar ibadah kurban dapat dilaksanakan sesuai dengan syariat dan mendapatkan keberkahan dari Allah SWT.
Demikian informasi tentang hukum menjual daging kurban.***