Di masa kini, uang adalah hal yang familiar. Bahkan, tidak sedikit masyarakat yang tergila-gila dengan uang. Uang adalah alat tukar untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Tentunya sesuai dengan nilai uang yang bersangkutan.
Misalnya, jika ingin membeli cilok, maka setidaknya membutuhkan uang Rp 100. Jika hanya dengan uang Rp 25, maka tak akan mendapatkan cilok. Jika ingin membeli sepeda motor, setidaknya membutuhkan duit kisaran Rp 20 juta? Nah, jika kurang dari itu, maka tak bisa membeli sepeda motor.
Begitulah fungsi uang di masa kini. Namun, zaman dahulu, uang belum menjadi barang yang familiar. Masa penjajahan, tidak banyak uang yang beredar di eks Karesidenan Banyumas, khususnya sampai awal abad 20. Masyarakat Banyumas Raya yang mengenal uang adalah mereka yang hidup di perkebunan. Sementara, masyarakat lain tak familiar dengan uang.
Mungkin bagi yang sangat familiar dengan uang, agak sulit mambayangkan hidup tanpa uang. Tapi hidup tanpa uang atau tak familiar dengan uang, pernah terjadi di masa lalu. Nah, para petani di Banyumas sudah menata hidup turun temurun tanpa uang. Hal itu terjadi sampai awal abad 20.
Di masa lalu, pertanian di Banyumas sangat bermanfaat. Para petani, dengan menggarap lahan, bisa menghidupi keluarganya. Mereka yang jadi buruh tani pun bisa menghidupi keluarganya. Kenapa? Ya karena apa yang mereka tanam, itulah yang mereka makan.
Di masa lalu, hasil pertanian sudah cukup untuk membuat orang Banyumar Raya hidup. Bahkan, tak jarang ada keluarga yang memiliki jumlah hasil panen seperti padi, melebihi jumlah yang dibutuhkan. Istilahnya surplus. Hal itu terjadi di daerah yang subur.
Apakah yang dilakukan para petani Banyumas Raya di masa itu ketika hasil pertaniannya surplus? Kelebihan hasil pertanian itu ternyata tidak dijual. Ya karena salah satunya tak ada alat tukar berupa uang.
Hasil surplus itu disimpan untuk kepentingan dua hal. Pertama sebagian dijadikan benih untuk pertanian selanjutnya. Kedua, hasil surplus itu untuk jaga-jaga stok pangan di masa kekeringan atau gagal panen.
Sekadar diketahui, wilayah Banyumas, khususnya yang dekat dengan Sungai Serayu adalah wilayah yang subur. Maka, daerah tersebut sangat bagus untuk pertanian. Tak hanya itu, di masa tanam paksa, pertanian dan perkebunan di Banyumas makin menggila. Pertanian dan perkebunan telah menyerap banyak tenaga kerja di Banyumas.
Referensi:
HY Agus Murdiyastomo: Etos Kerja: Keteladanan Masyarakat Banyumas Awal Abad XX