SERAYUNEWS – Zakat fitrah merupakan suatu kewajiban bagi semua umat Muslim yang mampu, dikeluarkan pada bulan Ramadan sebelum pelaksanaan salat Idulfitri.
Dalam praktiknya, zakat fitrah dapat dibayarkan dalam bentuk makanan pokok (seperti beras) atau dalam bentuk uang, tergantung pada mazhab yang diikuti.
Imam Syafi’i, sebagai salah satu imam mazhab dalam Islam, memiliki pandangan tersendiri mengenai hal ini.
Lalu, mana yang lebih utama menurut Imam Syafi’i zakat dalam bentuk beras atau uang?
Dalam mazhab Syafi’i, zakat fitrah harus dalam bentuk makanan pokok, seperti beras di Indonesia, gandum di Timur Tengah, atau makanan lain yang menjadi konsumsi utama masyarakat setempat.
Imam Syafi’i merujuk pada hadis Abdullah bin Umar,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mewajibkan zakat fitrah satu sha’ dari kurma atau satu sha’ dari gandum atas setiap Muslim…” (HR. Bukhari dan Muslim).
Berdasarkan hadis ini, Imam Syafi’i menegaskan bahwa zakat fitrah harus dalam bentuk makanan pokok, bukan dalam bentuk uang.
Menurut beliau, tujuan zakat fitrah adalah untuk memenuhi kebutuhan pangan orang yang membutuhkan pada saat Idulfitri, sehingga dapat merayakannya dengan penuh kegembiraan.
Selain itu, Imam Syafi’i berpendapat lebih utama mengikuti contoh dari Rasulullah.
Jika Nabi Muhammad saw. dan para sahabat membayar zakat fitrah dalam bentuk makanan pokok, umat Islam juga sebaiknya melakukan hal yang sama.
Berbeda dengan mazhab Hanafi yang memperbolehkan zakat fitrah dalam bentuk uang, mazhab Syafi’i tidak membenarkan hal tersebut.
Imam Syafi’i beranggapan bahwa pembayaran zakat fitrah dalam bentuk uang tidak sesuai dengan tuntunan Rasulullah.
Namun, dalam kondisi tertentu, ada ulama Syafi’iyah yang membolehkan zakat fitrah dengan uang, jika memang lebih bermanfaat bagi penerima zakat.
Misalnya, dalam situasi di mana penerima lebih membutuhkan uang untuk keperluan lain, bukan makanan pokok.
Meskipun demikian, pendapat resmi dalam mazhab Syafi’i tetap mengutamakan pembayaran dalam bentuk makanan pokok.
Di Indonesia, mayoritas ulama dan organisasi Islam seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah mengikuti mazhab Syafi’i, sehingga mereka lebih menganjurkan zakat fitrah dengan beras.
Namun, ada juga yang membolehkan pembayaran dalam bentuk uang dengan nilai yang setara dengan harga satu sha’ beras.
Menurut Imam Syafi’i, zakat fitrah harus dalam bentuk makanan pokok, bukan uang, karena mengikuti sunnah Rasulullah SAW.
Hal ini bertujuan agar kaum dhuafa dapat merasakan kebahagiaan Idulfitri dengan makanan yang cukup.
Namun, dalam praktiknya, ada fleksibilitas dalam kondisi tertentu jika uang lebih bermanfaat bagi penerima zakat.
Oleh karena itu, jika mengikuti mazhab Syafi’i secara ketat, zakat fitrah lebih baik dalam bentuk beras.
Namun, bagi yang ingin membayar dengan uang, sebaiknya mengikuti fatwa ulama yang memperbolehkan dengan pertimbangan kemaslahatan penerima zakat.***