
Jepang kekurangan pekerja usia muda, karena generasinya mulai menua. Sementara Cina, mulai mengalami kekhawatiran lemahnya populasi generasi muda. Sementara Indonesia, menghadapi persoalan stunting yang berkaitan erat dengan sumber daya manusia (SDM) di masa mendatang.
Purbalingga, serayunews.com
Berbeda dengan Jepang dan Cina, Indonesia justru sedang mengalami ancaman demografi penduduk. Padatnya populasi penduduk yang ada, membuka potensi naiknya angka pengangguran dan berkorelasi dengan kemiskinan.
Pemerintah pusat maupun Pemerintah Daerah (Pemda), sedang berjibaku dengan persoalan kemiskinan. Dimana kemiskinan itu satu rantai dengan penyebab stunting, seperti yang dialami oleh Pemkab Purbalingga.
“Penanganan stunting, sama halnya dengan penanganan kemiskinan. Tidak hanya jadi PR Dinas Kesehatan saja, tapi harus gotong royong antar OPD terkait dan para stakeholder,” kata Bupati Purbalingga, Dyah Hayuning Pratiwi, Rabu (09/02/2023).
Melalui daring, Tiwi memaparkan upaya penanganan stunting di Kabupaten Purbalingga, kepada Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK).
Berdasarkan data Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (EPPGBM) tahun 2022, tercatat angka prevalensi stunting di Purbalingga mencapai 13,79 persen.
“Dinkes Kabupaten Purbalingga, telah menggelontorkan hampir Rp 25 miliar untuk penanganan stunting, khususnya dari APBD. Dinas Ketahanan Pangan, telah melakukan pembagian bantuan beras dan lele bagi warga masyarakat miskin di Purbalingga senilai Rp 686 juta,” katanya.
Kaitan sarpras yang tersedia, di Purbalingga terdapat 22 puskesmas 2 RSUD, 6 RS swasta dan 1 Labkesda. Dari 22 puskesmas hanya 4 yang belum memiliki USG.
Purbalingga juga mengaktifkan 1.238 posyandu, tersebar di berbagai desa. Dari jumlah tersebut, baru 171 posyandu yang sudah memiliki unit antropometri untuk penimbangan. Tahun 2023, Purbalingga juga telah disupport DAK Kesehatan untuk pengadaan alat antropometri.
“Inshaallah antropometri ini clear di tahun 2023, sehingga dari situ pengukurannya akan valid dan terdeteksi ada berapa balita yang sesungguhnya dalam kategori stunting,” katanya.
Sedangkan Dinas Perumahan dan Pemukiman (Dinrumkim) Kabupaten Purbalingga, kaitannya dengan pengentasan kemiskinan, telah melakukan pemugaran 757 rumah tidak layak huni (RTLH) atau identik sekitar Rp 9 miliar.
“Jadi secara akumulasi, kita rangkum dengan pengeluaran OPD yang lain, untuk kemiskinan dan stunting, termasuk ormas PKK dan sebagainya, kita sudah mengeluarkan anggaran sekitar Rp 70 – 80 miliar. Jadi Pemkab tidak kurang mengimplementasi, apa yang jadi keinginan bapak presiden agar 2024 angka stunting minimal 14%,” kata Tiwi.
Pada kesempatan itu juga, bupati melaporkan terkait air minum dan sanitasi di Purbalingga yang cakupannya selalu meningkat. Tahun 2022 lalu, akses air minum layak mencapai 94,08 persen dan akses sanitasi layak mencapai 94,81 persen.
“Kabupaten Purbalingga juga sudah UHC, karena persentase jaminan kesehatan sudah 96,15% artinya akses kesehatan akan lebih mudah didapatkan oleh masyarakat yang membutuhkan,” kata dia.