Adrianus mengatakan, salah satu temuan Ombudsman di RSUD Cilacap yaitu terkait dengan warga binaan yang sakit dan di rujuk ke rumah sakit. Selama ini dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas), tidak menyiapkan anggaran khusus bagi wargabinaan yang masuk ke RS.
“Tunggakan di RS sudah mencapai Rp 138 juta sejak tahun 2017 untuk sebanyak 35 warga binaan yang menjadi pasien di rumah sakit. Ini krusial karena sebagai warga binaan tentu biaya kesehatan juga harus ditanggung oleh negara, dan bukan dari pemda tingkat II yang menanggung beban biaya kesehatan,” jelasnya.
Beberapa temuan pada saat melakukan pengecekan di beberapa titik pelayanan RSUD Cilacap, soal pengaduan, nomor telepon dan website untuk pengaduan. Meski demikian, Ombudsman mengapresiasi RUSD Cilacap yang sudah bekerjasama dengan Jasa Raharja, BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, dalam penanganan pasien yang mengalami kecelakaan lalu lintas. Sehingga memudahkan masyarakat.
“Setelah di cek, ada saja masalahnya, website tidak friendly dan nomor pengaduan tidak responsif. Saran kami jika memang nomor tersebut tidak responsif ya buang saja,” ungkapnya.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Direktur RSUD Cilacap Hasanuddin mengatakan terkait dengan pelayanan wargabinaan dari Lapas di Nusakambangan, pihaknya tetap memberikan pelayanan secara profesional. Bahkan, wargabinaan juga ditempatkan di ruaang khusus, yakni ruang Dahlia.
“Pembayaran selama ini memang ada kendala, karena berasal dari APBN dan terbatas, pembaaran dilakukan jika sudah ada. Akan tetapi kami tetap memberikan pelayanan sesuaai yang dibutuhkan,” ujarnya.