Cilacap, serayunews.com
Bupati Cilacap Tatto Suwarto Pamuji mengatakan keberadaan Pertashop di desa semakin mengkhawatirkan. Soalnya sudah banyak laporan masuk terkait Pertashop yang mulai bangkrut dan tidak mampu membayar karyawan.
“Tiap hari ada laporan, bukan hanya banyak tapi tiap hari ada laporan, sekarang (Pertashop) sudah banyak yang tutup, tidak bisa bayar karyawan,” ujar Bupati, Kamis (8/9/2022).
Bupati mengatakan, saat ini di Cilacap ada sekitar 100 unit usaha Pertashop, baik pengelolaannya oleh BUMDes, pesantren, hingga perorangan. Menurut Bupati, Pertashop di Cilacap adalah terbesar di Indonesia dengan menjangkau hingga pelosok desa.
Bupati juga mencerikatan, awal beridirinya Pertashop di Cilacap sebagai leader bagi daerah lain atas imbauan dari Menteri BUMN Erick Thohir. Menteri Erick kala itu sempat berkunjung dan meresmikan Pertashop di Cilacap, karena Cilacap dekat dengan Pertamina.
“Kita terbesar di Indonesia, karena imbauan menteri. Dengan demikian waktu itu menikmati, dananya dari bank, sekarang Pertashop bangkrut. Menggaji karyawan tidak bisa, bayar bunga bank tidak bisa apa lagi ngangsur, maka jadi masalah,” ujarnya.
Untuk itu, agar masyarakat kecil di desa bisa menikmati BBM subdisi, dan perekonomian meningkat, Bupati meminta kepada Menteri BUMN agar bisa mengusulkan Pertashop menjual BBM bersubsidi jenis Pertalite.
“Ke depan, khususnya Menteri BUMN yang menugaskan saya dan juga Dirut Pertamina coba kalau mau adil, Pertashop di desa itu jualnya Pertalite, kalau yang di kota jalan besar silakan jual Pertamax,” ujarnya.
Bupati juga banyak menerima keluhan dari masyarakat terutama yang tinggal di pedesaan, soalnya harapan adanya Pertashop di desa untuk memudahkan masyarakat membeli BBM yang murah.
Seiring naiknya harga BBM nonsubsidi, maka Pertashop menjual Pertamax seharga Rp14.500. Sehingga banyak pelanggan yang beralih ke BBM Pertalite subsidi yang harganya lebih murah yakni Rp10.000.
Selain itu, menurut Bupati, pelanggan Pertashop di desa banyak dari sepeda motor, karena di desa jarang yang menggunakan kendaraan roda empat.
“Jadi kalau SPBU menjual Pertalite di jalan raya itu gampang, tapi Pertashop kan di desa, yang beli rakyat kecil, masyarakat miskin, pas pasan, harusnya pertashop itu menjual Pertalite bukan Pertamax ini yang adil namanya. Itu juga bisa menghidupkan ekonomi masyarakat,” ujarnya.
Area Manager Communication, Relations, & Corporate Social Responsibility Regional Jawa Bagian Tengah PT Pertamina Patra Niaga, Brasto Galih Nugroho mengatakan, adapun untuk Pertashop, produk yang dijual adalah Pertamax dan/atau Dexlite.
“Kuota Pertalite dan Solar penetapannya oleh Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) berdasarkan trend, prediksi, dan usulan Pemerintah Daerah. Pertamina Patra Niaga melaksanakan kuota yang penetapannya oleh BPH Migas,” ujarnya.