Perkembangan Banyumas mulai bergeliat ketika jalan-jalan mulai diperhalus pada awal abad 20. Jalan-jalan yang mulai bagus itu memungkinkan adanya angkutan umum sebagai alat transportasi. Kebutuhan transportasi umum selain kereta terjadi karena kereta tak melewati semua pemukiman penduduk.
Maka, pada tahun 1920-an mulai muncul outobus di Banyumas. Autobus ini awalnya tidak terlalu disukai sehingga sempat berhenti beroperasi. Namun, pada akhirnya autobus ini mulai disukai sebagai salah satu kendaraan transportasi umum.
Perusahaan angkutan autobus pertama yang ada di Banyumas adalah milik seorang China bernama NB Njoo. Kedudukan perusahaan angkutan itu adalah di Purwokerto. Saat itu, di tahun 1920-an, Purwokerto lebih ramai dari Kecamatan Banyumas.
Makin ramainya Purwokerto membuat autobus dibutuhkan. Awalnya, NB Njoo hanya memiliki lima armada bus. Kelima armada itu melayani beberapa trayek yakni Purwokerto-Patikraja-Cilacap, Purwokerto-Ajibarang-Wangon, dan Purwokerto-Purbalingga-Klampok pada tahun 1922.
Makin hari makin banyak yang membutuhkan kendaraan angkutan umum. Maka, pada 1927, armada yang dimiliki NB Njoo menjadi 12 bus. Bertambahnya armada membuat trayek pun ditambah hingga ada yang sampai Banjarnegara.
Makin hari, orang makin banyak yang lebih membutuhkan bus untuk mobilitas. Apalagi, jalur yang dilewati bus lebih banyak daripada yang dilewati kereta. Makin lama pun, makin banyak yang memilih bus daripada kereta.
Sampai akhirnya, pada 1970-an, trem (kereta) lokal peninggalan masa Belanda tak lagi digunakan. Kereta lokal jarak pendek kalah bersaing dengan bus. Begitulah fenomena yang terjadi di masa lalu.
Seiring berjalannya waktu, transportasi umum pun kini juga mengalami wajah yang berbeda. Akat transportasi berbasis aplikasi menjadi salah satu alternatif selain alat transportasi konvensional.
Referensi:
Purnawan Basundoro: Sisi Terang Kolonialisme Belanda di Banyumas