Purbalingga, serayunews.com
Demikian curhatan pilu sopir angkot di Purbalingga, pasca Presiden Jokowi, resmi mengumumkan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis petralite dan solar, Sabtu (3/9/2022) lalu.
Penyesuaian harga BBM itu, terjadi untuk Pertalite dari harga awal Rp7.650 per liter menjadi Rp10.000 per liter. Solar subsidi dari harga awal Rp5.150 per liter menjadi Rp6.800 per liter. Adapun pemerintah turut mengerek harga Pertamax non subsidi, dari angka Rp12.500 ke posisi Rp14.500 per liter.
Kondisi itu sangat berdampak pada sektor usaha jasa transportasi. Terlebih bagi angkutan umum, seperti angkot. Saat harga BBM belum baik pun, keberadaan angkot sudah melemah.
Setelah efek pandemi Covid-19 yang sangat membatasi aktivitas manusia, kini giliran harga BBM, kembali memukul nasib sopir angkot.
“Ngefek jelas ngefek mas. Naiknya harga BBM jadi ada yang memilih pakai motor sendiri. Misalnya anak sekolah, orangtuanya jadi milih mengantar pakai motor,” kata Sopir angkot di Purbalingga, Suyatno.
Menyikapi kenaikan harga BBM, para sopir angkot pun melakukan penyesuaian tarif. Meskipun itu tidak terlalu menjadi solusi, atas persoalan mereka.
“Pelajar yang biasanya Rp 2.000, jadi Rp 3.000. Karyawan atau pegawai PT dari Rp 3.000 jadi Rp 4.000, dan masyarakat umum sekarang Rp 5.500,” katanya.
Suyatno menambahkan, penurunan pendapatan tidak bisa dipungkiri. Hanya saja, ada satu hal yang cukup bisa menjadi pengharapan. Keberadaan pabrik-pabrik di Purbalingga, masih sangat ada manfaatnya bagi para sopir angkot.
Puluhan ribu pekerja itu, turut mempertahankan keberadaan angkot di jalanan. Pagi dan sore hari, ada saja yang memakai jasa angkutan mereka. Bahkan, sekelompok pekerja di suatu wilayah ada yang mencarter.
“Untung saja di Purbalingga ada pabrik, kalau tidak ada, ya ga tahu nasibnya bagaimana. Kalau rombongan satu desa kan ada yang sistem carter dan itu bisa langganan,” kata Suyatno.