
SERAYUNEWS – Di hamparan lahan pertanian Desa Karanganyar, Kecamatan Adipala, Kabupaten Cilacap, denyut kehidupan petani Gapoktan Sidamulya terus bergerak.
Dari pagi hingga sore, aktivitas bercocok tanam menjadi rutinitas yang tak pernah berhenti. Namun di balik kesibukan itu, tersimpan cerita panjang tentang keberanian berinovasi, belajar dari kegagalan, hingga bangkit melalui kolaborasi strategis.
Gapoktan Sidamulya merupakan gabungan petani dengan beragam komoditas. Sebagian anggota fokus menanam padi, sementara lainnya mengembangkan cabai, sayuran, dan bawang merah.
Untuk komoditas bawang merah, Gapoktan Sidamulya terbagi dalam dua kelompok utama, yakni Kelompok Tani Rejeki Lancar dan Kelompok Tani Rukun Tani.
“Kalau Gapoktan Sidamulya itu ada yang nanam padi, bawang merah, cabai, sayur juga,” ujar Tasilan, anggota Gapoktan Sidamulya sekaligus Kelompok Tani Rejeki Lancar.

Budidaya bawang merah di Sidamulya dimulai pada 2018 setelah para petani mendapatkan pelatihan dari dinas terkait. Bahkan, mereka diajak studi langsung ke sentra bawang merah di Pemalang dan Brebes.
“Tahun 2018 kami mendapatkan pelatihan tanam bawang merah. Ternyata di sini tanahnya cocok, dan kami mulai tanam,” kata Tasilan.
Hasil awal cukup menjanjikan. Namun tantangan datang pada 2019 ketika faktor cuaca membuat hasil panen belum maksimal, meskipun saat itu terdapat bantuan dari Pemerintah Kabupaten Cilacap.
Titik balik terjadi pada 2023. Kondisi cuaca yang ideal menghasilkan bawang merah dengan warna cerah, ukuran seragam, dan produktivitas tinggi hingga 12 ton per hektare dalam satu musim tanam.
“Di tahun 2023 kami mendapatkan momentum bagus, warna dan hasil panennya bagus,” ujarnya.
Keberhasilan ini ditopang oleh perubahan metode budidaya. Petani mulai beralih dari penggunaan umbi ke biji TSS (True Shallot Seed). Media tanam pun diracik lebih optimal dengan campuran tanah remah, kompos, arang, dan sekam.

Perjalanan Gapoktan Sidamulya semakin kuat dengan dukungan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Purwokerto. Bantuan yang diberikan tidak hanya berupa alat, tetapi juga pendampingan berkelanjutan.
“Alhamdulillah, kami mendapatkan bantuan dari Bank Indonesia Purwokerto yang sangat membantu kami,” ujar Tasilan.
Berbagai alat pertanian modern disalurkan, mulai dari kronos traktor rotari untuk pembuatan guludan, mesin sprayer, cultivator, hingga semi green house untuk mendukung budidaya bawang merah.
“Kalau buat guludan manual itu lama. Dengan alat dari BI, pengolahan lahan jauh lebih cepat dan maksimal,” katanya.

Pendampingan Bank Indonesia Purwokerto juga menyasar aspek hilirisasi. Petani mendapat pelatihan pengolahan hasil panen, seperti pembuatan bawang goreng dan pemanfaatan kulit bawang menjadi pupuk organik.
“Pelatihan sangat sering kami dapatkan. BI Purwokerto benar-benar membantu kami, hasil panen lebih banyak dan kerja lebih efisien,” tambahnya.
Kelompok Tani Rejeki Lancar sendiri memiliki sekitar 45 anggota. Namun tidak semuanya menanam bawang merah, karena sebagian petani memilih komoditas lain, terutama saat musim hujan yang berisiko tinggi bagi bawang merah.

Pada musim tanam ketiga (MT 3) tahun ini, tantangan kembali muncul akibat kemarau basah dengan masa tanam mencapai empat bulan, sehingga hasil panen bawang merah belum maksimal.
Meski demikian, semangat berinovasi tetap terjaga. Gapoktan Sidamulya mulai melirik digital farming sebagai langkah pengembangan berikutnya.
“Kami mengikuti perkembangan zaman. Digital farming itu sangat bagus dan luar biasa. Kami berharap bisa mendapatkan bantuan itu juga,” ujar Tasilan.
Melalui digital farming, proses penyiraman, pemupukan, hingga pengendalian tanaman dapat dilakukan lebih efisien dan terukur.
Bagi Gapoktan Sidamulya, kolaborasi dengan Bank Indonesia Purwokerto bukan sekadar bantuan alat pertanian. Lebih dari itu, kerja sama ini menjadi simbol kepercayaan, dorongan untuk terus belajar, serta jalan bagi petani desa agar tumbuh mandiri dan berdaya saing di tengah tantangan iklim dan pasar.