SERAYUNEWS-Siapa yang tak kenal dengan Permen Davos. Terutama anda yang berusia sekitar 40 tahun ke atas. Permen ini memang identik dengan orang tua zaman dahulu (jadul) dan rasa “semriwing” yang khas. Hebatnya permen ini juga dijual hingga ke mancanegara termasuk negeri Paman Sam.
Permen ini dibuat dari sebuah pabrik kecil di Kabupaten Purbalingga. Tidak tanggung-tanggung, permen yang diambil dari nama sebuah kota di lereng pegunungan di Swiss itu diproduksi sejak 28 Desember 1931. Pabriknya ada di Jalan Ahmad Yani Nomor 67 Kelurahan Kandanggampang. Pendirinya adalah Siem Kie Jian.
Perusahaan pembuat permen tersebut diberi nama PT Slamet Langgeng. Nama tersebut identik dengan nama gunung berapi yang ada di Kabupaten Purbalingga. Perusahaan dijalankan secara turun temurun. Namun pada masa penjajahan Jepang, perusahaan sempat tersungkur dan baru bangkit lagi sesudah 1945.
Perusahaan berganti nama menjadi PT Slamet Langgeng & Co., yang memproduksi permen mint Davos, Kresna, Alpina, dan Davos Lux. Ada pula produk non permen: limun dan biskuit bermerek Slamet. Karena kesulitan bahan baku, produksi biskuit berhenti pada 1973.
“Bahan yang digunakan untuk membuat permen Davos, 98 persen gula pasir dan sisanya mentol serta zat pengikat. Tidak ada zat pewarna, pegawet maupun pemanis untuk produk ini. Daya tahan permen ini bisa 1,5 tahun hingga 2 tahun,” kata Manager Pemasaran Nicodermus Hardi.
Produk pertama Davos yakni Davos Roll dengan kemasan warna ungu, dan hingga kini tak berubah. Satu bungkus berisi 10 butir berdiameter 22 milimeter. Selain itu, memenuhi tuntutan konsumen dan zaman, juga diproduksi davos lux (warna kemasan hijau), davos klasik, davos mild, dan davos mini.
Kendati tidak mengandalkan system pemasaran modern, seperti promo melalui iklan, namun permen tersebut tetap memiliki konsumen tersendiri. Pihaknya memiliki pangsa pasar seluruh wilayah Jateng. “Kami pasarkan di pasar tradisional, toko modern dan juga toko-toko yang ada di desa,” tuturnya tanpa mau menyebutkan omzet permen tersebut.
Pangsa pasar terbesar ada di Yogyakarta dan Solo. Bahkan di dua wilayah itu permen Davos bisa menembus supermarket. Bagi konsumen yang sudah kecanthol rasa permen davos atau permen produksi PT Slamet Langgeng lainnya, akan sulit lepas. Meskipun konsumen itu sudah mencoba rasa permen lainnya, namun akhirnya kembali lagi ke permen Davos.
“Bahkan ada konsumen yang berada di Amerika. Mereka membeli lewat perusahan perdagangan internasional. Setiap mereka mengirimkan satu kontainer permen ke Amerika,” ungkapnya.
Saat ini perusahaan tersebut tetap berproduksi. Di tengah gencetan globalisasi mereka tetap eksis menggunakan tenaga kerja manusia. Terdapat 340 pekerja yang setiap hari memproduksi dan mengemas permen tersebut. Ditanya mengenai kunci bisa bertahan puluhan tahun di bisnis tersebut, Nico mengatakan resepnya adalah rasa persahabatan.
“Seperti rasa permen kami yang begitu bersahabat di konsumen,” imbuhnya.