SERAYUNEWS– Setiap kejadian bencana pasti ada hikmah atau kebaikan di dalamnya. Seperti seringnya meluap air di sungai Brukah atau Sindu di Kecamatan Kalibening, Kabupaten Banjarnegara. Bagi petani, meluapnya sungai Brukah menjadi bencana namun tidak bagi orang tertentu.
Memasuki musim hujan ini, beberapa kali sungai tersebut meluap yang terkadang menjadikan bencana seperti membanjiri areal persawahan. Sehingga petani tersendat aktivitasnya hingga kawanan tikus yang bermigrasi ke tempat yang lebih tinggi. Sebab, menjauh dari area tepian sungai Brukah atau Sindu.
Hikmahnya, setelah terkena luapan, sawah menjadi lebih subur dan tanaman padi lebih bagus tumbuhnya. Berkumpulnya ikan ikan kecil yang menjadi rezeki bagi warga lain.
Agus, pencari ikan asal Kalibening mengatakan, musim hujan merupakan rezeki bagi pencari ikan selain tukang mancing. “Banyak warga mencari ikan dengan jala yang dikatrol dengan kayu atau ‘nganco’. Mereka memasang anco di aliran sungai dan sudut tertentu badan sungai,” katanya. Musim hujan ini, hampir tiap sore atau sehabis Asar, puluhan orang berada di pinggir sungai memasang jaring anco.
Ikan yang didapat, kata Agus, berupa ikan gondok, ikan jawa, golsom, wader dan ikan kecilnya lainnya. Tidak semua ukuran ikan bisa kena jaring anco. Rata-rata seukuran ibu jari orang dewasa. Selain jumlahnya yang banyak, ikan dari sungai Sindu memiliki rasa yang khas dan sangat banyak peminatnya.
“Rata-rata, ikan hasil anco Sindu jika mentah dan belum dibersihkan dijual dengan harga rata-rata Rp 35-40 ribu per kilogramnya. Jika sudah dimasak baik digoreng atau di rawun dengan bumbu dijual dengan harga Rp 60-70 ribu perkilogramnya,” katanya.
Jito, pencari ikan lainnya mengatakan, ikan hasil nganco di sungai Brukah memiliki ciri khas tersendiri yakni gurih dan renyah. “Ikannya sudah banyak peminatnya. Bahkan, sering orang dari luar daerah datang ke Sindu sekadar untuk membeli ikan hasil anco warga,” katanya.
Nganco, kata Jito, merupakan kebiasan sejak dahulu kala dan selalu dilakukan oleh warga mencari ikan hingga saat ini. Penganco berjejer dengan pemancing dan tidak bersaing karena tidak semua ikan masuk ke jaring anco. “Seperti sudah jadi kebiasaan ikan. Yang besar tidak masuk anco dan mereka kena oleh pemancing. Kebiasaan ini juga tidak merusak ekosistim ikan karena ikan kecil atau lembut tidak diambil atau dikembalikan ke sungai oleh tukang anco,” katanya.
Cara mengambil ikan yang masuk ke jaring anco juga menggunakan alat dari kaleng atau apapun sehingga penganco tidak kerepotan saat mengambil ikannya.