Karangjambu, serayunews.com
Satu diantara anggota kelompok Suka Tani, Abdul mengatakan, dia dan kelompoknya sengaja beralih menanam hortikultura. Sebelumnya, bertahun-tahun yang menjadi adalan adalah kayu alba. Namun, setalah merasakan lebih menguntungkan, akhirnya tanaman kayu ditinggalkan.
“Kalau kayu kalba panennya nunggu bertahun-tahun, untuk perputaran ekonomi keseharian agak terasa berat,” katanya.
Secara geografis, Desa Sanguwatang merupakan daerah pegunungan. Mayoritas, kawasan sisi utara Purbalingga ini menanam komoditas kehutanan seperti kayu alba dan kayu lainnya. Namun, tanaman kayu dirasakan kurang menjanjikan. Sebab, untuk perputaran ekonomi harian agak berat.
“Tahun 2021 ini bisa dikatakan menjadi titik balik. Peralihan dari tanaman kayu ke ke cabai,” ujarnya.
Abdul menjelaskan, sejak pertama kali tanam sudah melakukan empat kali. Petik pertama didapat 2 kg, dan panen kedua dihasilkan 11 kg. Hasil kembali meningkat di petikan ketiga, yakni 30kg.
“Panen keempat ini dihasilkan 75 kilo gram,” katanya disela-sela panen cabe merah keriting, belum lama ini.
Sedangkan petani lainnya, Ma’mur juga mengatakan telah merasakan hasil panen cabai keriting. Meskipun hasil panen cabai baru di jual di daerah sendiri yakni warga Sanguwatang. Namun, setidaknya bisa untuk keberlangsungan hidup sehati-hari.
“Dijual dengan harga 35 ribu rupiah per kilogram. Sementara ini masih dijual kepada warga sekitar untuk memenuhi kebutuhan lokal saja, belum dijual ke luar,” katanya.
Dia berharap, pada setiap masa panen, bisa menemui harga yang bagus. Sehingga benar-benar bisa merasakan hasilnya. Dia juga ingin agar budidaya hortikultura oleh kelompok pemuda tani “Suka Tani” berhasil sehingga bisa menjadi percontohan bagi petani lainnya.
“Harapannya ya kalo lagi panen harganya nggak anjlok, kalo bisa ya harapannya bisa tembus 50 ribu lah per kilo,” imbuh Ma’mur.
Sementara itu, Penyuluh Pertanian Lapangan BPP Karangjambu, Darso mengatakan saat ini yang dilakukan penyuluh adalah melakukan pembinaan pertanian kepada pemuda tani setempat. Targetnya, agar bagaimana pemuda tani lebih jeli melihat pangsa pasar hasil bumi pertanian yang lebih bernilai ekonomis.
“Dari kakek nenek mereka memang kan melulu berkutat dengan komoditas kehutanan, itu lebih mendominasi, kaya alba dan kayu lainnya,” katanya.
Darso menjelaskan, harga jual kayu alba Desa Sasnguwatang, relatif sama dengan daerah lain. Namun, untuk biaya angkut cukup tinggi. Karena kondisi geografisnya yang susah untuk distribusi.
“Secara hitung-hitungan kan keuntungannya pun tidak seberapa,” kata Darso.