SERAYUNEWS – Kenaikan tajam nilai tukar dolar Amerika Serikat kembali mengguncang perekonomian nasional. Dampaknya, harga barang-barang impor ikut terkerek naik, terutama jika dibarengi dengan lonjakan tarif bea masuk.
Situasi ini bukan hanya memukul dunia usaha, tapi juga merembet hingga ke dapur rumah tangga. Daya beli masyarakat terancam, dan pengelolaan keuangan keluarga pun harus disiasati ulang.
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Dr. Rio Dhani Laksana, mengungkapkan bahwa ada sejumlah strategi cerdas agar rumah tangga tetap tangguh menghadapi fluktuasi ekonomi global.
Dalam artikel ini, kami sajikan enam jurus finansial yang bisa kamu terapkan agar keuangan keluarga tetap aman dari gempuran dolar:
Langkah pertama adalah mengevaluasi kembali anggaran rumah tangga. Fokuskan pengeluaran pada kebutuhan pokok seperti pangan, kesehatan, dan pendidikan.
Harga barang impor seperti bahan makanan, elektronik, hingga kendaraan bisa melonjak drastis akibat fluktuasi nilai tukar.
Karena itu, pisahkan pos pengeluaran wajib dan tidak wajib, lalu alokasikan anggaran lebih pada sektor-sektor yang terdampak inflasi.
“Gunakan tools keuangan seperti aplikasi atau spreadsheet untuk memantau arus kas secara berkala dan menghindari pemborosan,” ujar Dr. Rio Dhani dalam keterangannya, Selasa (15/4/2025).
Mulailah beralih ke produk dalam negeri yang kualitasnya tidak kalah saing. Kalau harga produk impor seperti susu, kosmetik, atau pakaian makin mahal, cari substitusi lokal yang lebih terjangkau.
Ini bukan cuma soal hemat, tapi juga mendukung UMKM dan perekonomian nasional. Untuk kebutuhan impor yang nggak bisa dihindari, manfaatkan promo atau beli dalam jumlah besar supaya lebih efisien.
“Selain lebih hemat, langkah ini juga mendukung perekonomian domestik. Jika tetap harus membeli produk impor, manfaatkan promo, diskon, atau pembelian grosir untuk mendapatkan harga lebih murah,” jelasnya.
Kamu juga bisa mempertimbangkan membeli barang bekas layak pakai sebagai solusi ekonomis yang cerdas.
Kondisi ekonomi yang nggak menentu menuntut setiap keluarga punya dana darurat minimal setara 6 hingga 12 bulan pengeluaran. Simpan dana ini dalam instrumen yang likuid seperti deposito atau reksa dana pasar uang.
Selain itu, lakukan diversifikasi investasi ke aset yang cenderung tahan terhadap inflasi, seperti emas, properti, atau saham perusahaan berbasis ekspor. Hindari utang konsumtif yang bisa memberatkan keuangan keluarga.
“Langkah lain, hindari utang konsumtif berbunga tinggi, seperti kartu kredit atau pinjaman online, yang dapat memperburuk kondisi keuangan,” beber dia.
Ajak semua anggota keluarga untuk menjalani hidup yang lebih hemat. Kurangi makan di luar, gunakan transportasi umum, dan belanja sesuai kebutuhan.
Selain itu, cari peluang pendapatan tambahan seperti usaha sampingan, kerja lepas, atau monetisasi hobi. Pendapatan ekstra ini bisa menjadi penyangga saat ekonomi sedang melemah.
“Cari peluang tambahan penghasilan, seperti freelance, bisnis online, atau memanfaatkan hobi untuk menghasilkan uang,” terang dia.
Pemerintah punya berbagai program bantuan seperti BLT, subsidi energi, dan insentif pajak yang bisa meringankan beban masyarakat. Pastikan kamu tahu dan memanfaatkan hak-hak tersebut.
“Pelajari apakah keluarga Anda memenuhi syarat untuk program bantuan seperti BLT, subsidi listrik, atau keringanan pajak. Jika memiliki usaha sampingan, pastikan pembukuan keuangan rapi agar bisa memanfaatkan potensi pengurangan pajak,” tutur dia.
Bagi yang punya usaha, pembukuan keuangan yang rapi akan memudahkan kamu dalam mengakses insentif fiskal. Jangan lewatkan juga program pelatihan atau bantuan modal usaha yang tersedia.
Komunikasi terbuka soal kondisi keuangan keluarga itu penting banget. Libatkan semua anggota, termasuk anak-anak, dalam diskusi perencanaan keuangan.
Ajarkan kebiasaan menabung, cara mengatur uang saku, sampai trik belanja hemat. Budaya hemat dan transparansi finansial bisa memperkuat daya tahan ekonomi keluarga di tengah masa ketidakpastian.
“Ajarkan anak-anak tentang pentingnya menabung dan mengelola uang dengan bijak. Diskusikan langkah-langkah penghematan bersama, seperti mematikan listrik saat tidak digunakan atau memilih belanja di pasar tradisional yang lebih murah,” pungkasnya.
Kenaikan dolar bukan akhir dari segalanya. Dengan strategi pengelolaan keuangan yang tepat, keluarga tetap bisa bertahan, bahkan tumbuh di tengah badai ekonomi global.
Saatnya kamu beradaptasi, berhemat, dan bangkit bersama demi masa depan finansial yang lebih cerah.***