Purwokerto, Serayunews.com
Pembina Pakumas, Suherman mengatakan, budaya itu menyatukan bangsa, termasuk ebeg. Sejarah panjang perjuangan para pelaku ebeg, hingga pertunjukan yang sempat merenggut jiwa beberapa tahun lalu menjadi goresan kisah tersendiri.
“Pasca penetapan ebeg sebagai warisan budaya ini, harus menjadi titik balik nasib para seniman dan pertunjukan ebeg harus semakin mendapat tempat. Karena tidak mudah jalannya untuk sampai ke tahap ini, mulai dari konflik horizontal, pertentangan filosofi ebeg dan lainnya,” kata Suherman usai acara syukuran penetapan ebeg sebagai warisan budaya tak berbenda di Gedung Kesenian Sutedja, Kamis (31/3/2022) malam.
Lebih lanjut mantan ketua DPRD Banyumas menyampaikan, perlindungan terhadap kesenian ebeg secara legal dimulai tahun 2013 sejak terbentuk Pakumas. Sinergitas dengan berbagai lembaga mulai dibangun, termasuk merangkul kalangan intelektual.
Pada saat itu mulai digelar seminar untuk menyamakan persepsi dan belajar tentang ebeg. Kemudian ditindaklanjuti dengan menggelar festival ebeg selama 6 bulan berturut-turut untuk lebih menggali potensi sekaligus permasalahan ebeg. Hal-hal yang menimbulkan pertentangan, perkelahian atau pertunjukan yang keras, konflik horizontal secara perlahan ditinggalkan. Sehingga kemudian ebeg hadir sebagai media pertunjukan atau tradisi, tempat rakyat untuk berekspresi.
“Era sekarang, ebeg sudah masuk ke berbagai kalangan, termasuk anak-anak muda, terbukti follower ebeg cukup banyak. Sehingga ebeg sekarang ini disepakati menjadi budaya yang harus dilestarikan dan sudah mendapat pengakuan resmi dari pemerintah,” tuturnya.
Wisata Budaya
Sementara itu, Wakil Bupati Banyumas yang juga sebagai Ketua Dewan Kesenian Kabupaten Banyumas (DKKB), Sadewo Tri Lastiono mengatakan, penetapan ebeg sebagai warisan tak berbenda harus diikuti dengan adanya paket wisata budaya. Ia mempunyai cita-cita, menjadikan Kota Lama Banyumas sebagai pusat wisata budaya dan pertunjukan ebeg mengambil peran di dalamnya.
Menurutnya, saat ini terdapat lebih dari 300 grup ebeg yang tersebar di desa dan kelurahan. Sehingga dibutuhkan ruang bagi para seniman untuk berekspresi.
“Saya mempunyai gambaran, kita harus pandai mengambil momentum dari keberadaan bandara di Purbalingga kemudian sekarang izin untuk pembangunan dermaga besar di Kedunguter juga sebentar lagi turun. Maka cita-cita saya, kita jualan paket wisata budaya lengkap, mulai dari wisata susur Sungai Serayu, kemudian turun di dermaga lalu keliling Kota Lama Banyumas dengan naik dokar, kemudian berakhir di pendapa. Di situlah disajikan pertunjukan ebeg, mungkin bisa dilengkapi dengan lengger dan lainnya serta dilengkapi dengan makanan khas Banyumas,” ungkapnya.
Sadewo menegaskan, paket wisata budaya tersebut harus rutin digelar, supaya menjadi agenda bagi para wisatawan yang datang ke kota lama. Sehingga selain menghidupkan kota lama, wisata susur sungai, sekaligus juga menjadi ruang bagi para seniman ebeg untuk bisa menggelar pertunjukan.