
SERAYUNEWS – Fenomena LGBT di Kabupaten Banyumas kian memprihatinkan. Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Banyumas menyoroti maraknya kasus ini dan menganggapnya sebagai persoalan serius yang perlu segera ditangani.
Ketua Komisi Dakwah, Ukhuwah, dan Pengembangan Masyarakat MUI Kabupaten Banyumas, Mohamad Aminudin, mengaku sangat prihatin. Hal itu ia sampaikan di sela penjelasan program kerja komisi saat Musyawarah Kerja MUI Banyumas, Kamis (31/10/2025).
“Ini sesungguhnya bukan perkara yang baru, dan itu sudah pernah dihembuskan oleh PJ Bupati Banyumas Hanung. Jadi saat itu sekitar setahun lalu saja tercatat LGBT di Kabupaten Banyumas ada 2.000. Belum lagi yang tidak tercatat. Sedangkan terbanyak berada di Purwokerto Selatan,” ujar Aminudin.
Menurutnya, keprihatinan semakin mendalam karena fenomena ini kini mulai menyasar kalangan pelajar.
“Bahkan tidak menutup kemungkinan masuk ranah, mohon maaf, institusi pemerintahan. Karena itulah MUI menjadi peran utama dalam menyelesaikan persoalan-persoalan umat ini,” katanya.
MUI Banyumas pun mendorong seluruh instansi untuk mengaktifkan kegiatan taklim dan pengajian sebagai upaya memperkuat pemahaman agama di masyarakat. Langkah ini dianggap penting untuk mencegah berkembangnya perilaku yang dinilai menyimpang dari norma agama dan sosial.
Dari sisi sosial, Dr. Tri Wuryaningsih, dosen Sosiologi FISIP Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, memberikan pandangan bahwa fenomena ini juga dipicu oleh perubahan pola pikir masyarakat modern yang semakin permisif.
“Dengan perkembangan zaman, orang semakin permisif di mana orientasi seksual dianggap hal privat. Karena orang tidak peduli dengan hal ini, kelompok LGBT merasa diberi ruang,” ujar Triwur, sapaan akrabnya.
Ia menilai, kondisi itu berpotensi menimbulkan dampak lebih luas, baik dari sisi kesehatan maupun nilai sosial dan agama.
“Padahal kelompok ini dianggap berisiko karena bisa menularkan HIV/AIDS dan membahayakan aspek sosial serta nilai-nilai yang ada di masyarakat,” kata dia.
Triwur menambahkan, faktor lingkungan dan media sosial menjadi pemicu utama munculnya perilaku LGBT.
“Bisa juga dari medsos dan aplikasi tertentu yang mempertemukan orang dengan orientasi sama. Karena itu orang tua harus berhati-hati dalam mengawasi anak-anak dalam berteman,” ujarnya.
Ia menegaskan, persoalan LGBT bukan hanya soal hak asasi manusia, tapi juga menyangkut norma sosial dan nilai keagamaan.
“MUI Banyumas harus terus mengedukasi masyarakat dan bekerja sama dengan media untuk mencegah penyebaran fenomena ini,” katanya.