SERAYUNEWS – Suasana Cirebon mendadak tegang pada Minggu sore (5/10/2025) ketika warga dari berbagai kecamatan melaporkan melihat kilatan cahaya menyerupai bola api di langit, disertai dentuman keras yang mengguncang rumah-rumah di sekitarnya.
Fenomena langka ini langsung memicu berbagai spekulasi, terutama dugaan adanya meteor yang jatuh di wilayah tersebut.
Lembaga terkait seperti BMKG dan BRIN segera melakukan penyelidikan untuk memastikan sumber fenomena tersebut. Hingga kini, belum ada laporan kerusakan atau temuan fragmen meteor di daratan Cirebon.
Berdasarkan laporan media dan peneliti, peristiwa ini terjadi dalam rentang waktu yang singkat. Sekitar pukul 18.30 WIB, sejumlah warga mendengar suara dentuman keras dari langit.
Lima menit kemudian, tepat pukul 18.35 WIB, terlihat kilatan cahaya menyerupai bola api yang melintas dari arah barat daya menuju barat.
Tak lama setelah itu, pada pukul 18.39:12 WIB, Stasiun BMKG Cirebon (ACJM) mencatat adanya getaran dengan azimut 221. Getaran ini diduga kuat merupakan gelombang kejut dari benda besar yang melintas di atmosfer.
Analisis BRIN menunjukkan bahwa meteor tersebut kemungkinan melintas di wilayah Kuningan dan Cirebon dari arah barat daya antara pukul 18.35 hingga 18.39 WIB.
Berdasarkan perhitungan awal, benda langit itu diperkirakan jatuh ke perairan Laut Jawa, bukan ke daratan.
Kepala Tim Kerja Prakiraan, Data, dan Informasi Stasiun Kertajati, Muhammad Syifaul Fuad, menjelaskan bahwa BMKG masih mengumpulkan data terkait fenomena ini.
Menurutnya, BMKG fokus pada aspek meteorologi, sementara aspek antariksa menjadi ranah BRIN dan lembaga sejenis.
Dari sisi cuaca, BMKG mencatat kondisi atmosfer Cirebon saat kejadian relatif stabil. Langit dalam keadaan cerah berawan tanpa indikasi awan konvektif atau potensi petir yang kuat.
“Karena itu, BMKG menyimpulkan bahwa dentuman tersebut kecil kemungkinannya berasal dari sambaran petir atau fenomena cuaca ekstrem,” ujarnya.
Fuad juga menegaskan bahwa BMKG tidak memiliki instrumen khusus untuk mendeteksi meteor. Oleh sebab itu, analisis mendalam perlu melibatkan lembaga khusus di bidang antariksa seperti BRIN.
Peneliti Pusat Riset Antariksa BRIN, Thomas Djamaluddin, juga memberikan penjelasan melalui akun Instagram pribadinya @t_djamal.
Ia menerima banyak pertanyaan dari media antara pukul 20.00 hingga 22.00 WIB malam kejadian. Dalam unggahannya, Thomas merinci sejumlah informasi yang diterimanya, di antaranya:
Berdasarkan rangkaian kesaksian dan data tersebut, Thomas menyimpulkan bahwa fenomena tersebut merupakan meteor berukuran cukup besar yang melintas wilayah Kuningan–Cirebon dari arah barat daya sekitar pukul 18.35–18.39 WIB.
“Ketika memasuki atmosfer yang lebih rendah, meteor ini menimbulkan gelombang kejut berupa suara dentuman yang kemudian terdeteksi oleh BMKG Cirebon pada pukul 18.39.12 WIB. Meteor jatuh di Laut Jawa,” tulisnya.
Peneliti BRIN dan pakar astronomi menduga fenomena ini merupakan meteor airburst, yaitu ledakan meteoroid di udara saat memasuki atmosfer bumi.
Ledakan tersebut menghasilkan gelombang kejut yang terdengar sebagai dentuman keras, sementara fragmen meteor biasanya tidak sampai ke permukaan.
Dalam kasus ini, BRIN menyebut dentuman dan cahaya terang yang dilaporkan warga kemungkinan besar berasal dari meteor yang jatuh ke Laut Jawa.
Karena ledakan terjadi di ketinggian dan jatuhnya di laut, kemungkinan kerusakan atau temuan fisik di daratan sangat kecil.
Kejadian ini juga menunjukkan perlunya penguatan sistem pemantauan benda langit di Indonesia, seperti sensor infrasonik dan sistem deteksi antariksa.
Dengan sistem yang lebih terintegrasi, identifikasi dan mitigasi fenomena serupa bisa dilakukan lebih cepat dan akurat.
Selain itu, edukasi publik agar tidak panik serta mengandalkan informasi dari lembaga resmi tetap menjadi kunci dalam menghadapi fenomena langit di masa mendatang.