
SERAYUNEWS- Pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia tidak hanya mendorong inovasi dan transformasi bisnis, tetapi juga memberi dampak signifikan terhadap penerimaan negara.
Hingga akhir November 2025, pemerintah mencatat setoran pajak dari sektor ekonomi digital telah menembus angka Rp 44,55 triliun.
Capaian ini menjadi sinyal kuat bahwa digitalisasi ekonomi berjalan seiring dengan optimalisasi perpajakan nasional.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengungkapkan, nilai penerimaan tersebut melampaui realisasi sepanjang tahun 2024 yang tercatat sebesar Rp 32,32 triliun.
Lonjakan ini menegaskan bahwa aktivitas ekonomi berbasis digital semakin terintegrasi dalam sistem fiskal Indonesia. Melansir berbagai sumber, berikut ulasan selengkapnya:
Kontribusi terbesar penerimaan pajak ekonomi digital berasal dari Pajak Pertambahan Nilai Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPN PMSE).
Hingga 30 November 2025, setoran PPN PMSE mencapai Rp 34,54 triliun atau mendominasi lebih dari 75 persen total penerimaan pajak digital.
Sejak kebijakan pemungutan PPN PMSE diterapkan, pemerintah secara konsisten memperluas basis pemungut pajak. Sampai November 2025, DJP telah menunjuk 254 perusahaan global dan domestik sebagai pemungut PPN PMSE.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 215 pelaku PMSE aktif melakukan pemungutan dan penyetoran pajak ke kas negara.
Pada November 2025, pemerintah kembali menunjuk tiga perusahaan baru sebagai pemungut PPN PMSE, yakni International Bureau of Fiscal Documentation, Bespin Global, dan OpenAI OpCo, LLC.
Langkah ini mencerminkan respons pemerintah terhadap perkembangan teknologi digital, termasuk layanan berbasis kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).
Di sisi lain, DJP juga mencabut status pemungut PPN PMSE terhadap Amazon Services Europe S.a.r.l. sebagai bagian dari pemutakhiran dan validasi data wajib pajak digital lintas negara.
Menurut DJP, keterlibatan perusahaan berbasis AI dalam sistem perpajakan menunjukkan bahwa teknologi canggih kini turut berkontribusi langsung terhadap penerimaan negara.
Secara historis, setoran PPN PMSE menunjukkan tren peningkatan yang stabil. Pada 2020, penerimaan tercatat sebesar Rp 731,4 miliar. Angka ini naik signifikan menjadi Rp 3,9 triliun pada 2021, kemudian Rp 5,51 triliun pada 2022.
Pertumbuhan berlanjut pada 2023 dengan setoran Rp 6,76 triliun, meningkat lagi menjadi Rp 8,44 triliun sepanjang 2024. Sementara itu, hingga November 2025 saja, setoran PPN PMSE telah mencapai Rp 9,19 triliun.
Selain PPN PMSE, pajak atas transaksi aset kripto juga memberikan kontribusi signifikan. Hingga November 2025, penerimaan pajak kripto tercatat sebesar Rp 1,81 triliun.
Penerimaan tersebut berasal dari kombinasi Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 senilai Rp 932,06 miliar dan PPN dalam negeri (PPN DN) sebesar Rp 875,23 miliar.
Sejak mulai dipungut pada 2022, pajak kripto terus menunjukkan tren kenaikan seiring meningkatnya aktivitas perdagangan aset digital.
Sektor financial technology (fintech), khususnya layanan pinjaman berbasis teknologi (peer-to-peer lending), juga menjadi sumber penting penerimaan pajak digital. Hingga akhir November 2025, pajak dari sektor fintech mencapai Rp 4,27 triliun.
Kontribusi ini berasal dari PPh Pasal 23 atas bunga pinjaman wajib pajak dalam negeri, PPh Pasal 26 atas bunga pinjaman wajib pajak luar negeri, serta PPN DN atas layanan fintech. Pertumbuhan ini mencerminkan ekspansi industri fintech yang semakin masif dan teratur secara fiskal.
Tak kalah penting, penerimaan pajak dari Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (SIPP) juga memberikan tambahan signifikan. Hingga November 2025, pajak SIPP menyumbang Rp 3,94 triliun ke kas negara.
Penerimaan tersebut terdiri atas PPh Pasal 22 dan PPN dari transaksi pengadaan pemerintah berbasis sistem elektronik. Digitalisasi pengadaan terbukti meningkatkan transparansi sekaligus efektivitas pemungutan pajak.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli, menegaskan bahwa realisasi penerimaan pajak ekonomi digital mencerminkan peran strategis sektor ini dalam menopang APBN.
Menurutnya, perluasan penunjukan pemungut PPN PMSE, termasuk perusahaan teknologi dan AI, menjadi bukti bahwa pemerintah adaptif terhadap perubahan model bisnis digital.
Ke depan, pengawasan dan kepatuhan pajak akan terus diperkuat guna memastikan pertumbuhan ekonomi digital berjalan seimbang dengan kontribusi fiskal.
Dengan capaian Rp 44,55 triliun hingga November 2025, ekonomi digital kini menjelma sebagai salah satu pilar penting penerimaan pajak nasional.
Pemerintah optimistis tren positif ini akan berlanjut seiring meningkatnya literasi digital, inovasi teknologi, dan kepatuhan pajak pelaku usaha digital.
Optimalisasi pajak ekonomi digital tidak hanya memperkuat keuangan negara, tetapi juga menciptakan ekosistem usaha yang adil, berkelanjutan, dan berdaya saing di era transformasi digital.