
SERAYUNEWS-Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin Maimoen atau Gus Yasin menekankan pentingnya menjadikan pesantren sebagai lingkungan yang ramah anak dan ramah perempuan. Hal ini diungkapkan saat dirinya menghadiri Sarasehan Hari Santri 2025, di Pondok Pesantren Roudlotuth Tholibin Bendan, Kabupaten Kudus, Selasa (21/10/2025).
Sarasehan yang mengambil tema ‘Pesantren Anti Bullying dan Kekerasan, Menuju Pesantren Aman dan Sehat’, ini menjadi rangkaian Peringatan Hari Santri Nasional (HSN) 2025 tingkat Provinsi Jawa Tengah yang tahun ini dipusatkan di Kabupaten Kudus.
Dalam sambutannya, Gus Yasin mengatakan bahwa, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak masih menjadi persoalan serius, termasuk di lembaga pendidikan.
“Kekerasan terhadap perempuan dan anak masih menjadi masalah serius, termasuk di lingkungan pendidikan. Karena itu, kegiatan seperti ini penting sebagai bentuk kepedulian bersama,” katanya.
Ia juga mengapresiasi peran Ketua TP PKK Jawa Tengah, Nawal Arafah Yasin, yang telah menginisiasi program Pesantren Ramah Anak dan Ramah Perempuan sejak beberapa tahun terakhir.
“Alhamdulillah, beberapa pesantren sudah mendeklarasikan diri. Insyaallah setelah kegiatan ini, Ponpes Roudlotuth Tholibin juga akan ikut mendeklarasikan sebagai pesantren ramah anak dan perempuan,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Gus Yasin menegaskan bahwa Islam mengajarkan nilai kasih sayang dan penghormatan terhadap perempuan serta anak-anak. Ia mencontohkan keteladanan Rasulullah SAW yang penuh kasih terhadap cucunya, Hasan dan Husain.
“Rasulullah sering mencium cucunya di depan para sahabat. Ketika ada sahabat berkata tidak pernah mencium anaknya, Rasulullah menjawab, ‘Barang siapa tidak menyayangi, maka Allah akan mencabut kasih sayang dari hatinya.’ Dari sini kita belajar bahwa pesantren harus menjadi pelopor pendidikan yang penuh kasih sayang,” katanya.
Namun, Gus Yasin juga mengingatkan bahwa masih ada pekerjaan besar untuk memastikan pesantren benar-benar aman dari kekerasan. Berdasarkan data DP3AP2KB Jawa Tengah, pada tahun 2024 tercatat 1.349 kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan, dan hingga Juli 2025 sudah terdapat 867 kasus.
“Kalau dipresentasikan terhadap jumlah santri di Jawa Tengah, angkanya kecil, sekitar nol koma sekian persen. Tapi sekecil apa pun tetap harus jadi perhatian,” katanya.
Lebih lanjut, Gus Yasin mengingatkan bahwa guru dan pengasuh di pesantren memiliki peran penting dalam pembentukan karakter santri.
“Di pesantren, guru tidak hanya mengajar lewat kitab, tapi juga menjadi teladan dalam akhlak dan kehidupan sehari-hari. Ini keunggulan pesantren yang tidak dimiliki oleh pendidikan umum,” katanya.
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, lanjutnya, akan terus memperkuat kerja sama dengan lembaga keagamaan seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah untuk mendukung program pesantren ramah anak dan perempuan.
“Kami berhati-hati menjalankan program ini, karena tidak semua pesantren langsung terbuka dengan lembaga luar. Tapi Alhamdulillah, lewat dialog dan pendekatan bersama organisasi keagamaan, program ini berjalan baik,” ujarnya.
Selain itu, dia juga menyampaikan rasa syukur karena Jawa Tengah kini menjadi provinsi percontohan nasional dalam perlindungan anak dan perempuan di lingkungan pesantren.
“Alhamdulillah, berkat kerja sama antara pemerintah, lembaga keagamaan, dan masyarakat, Jawa Tengah kini menjadi rujukan nasional. Saya berharap Kudus bisa menjadi pionir yang menginspirasi daerah lain,” katanya.