SERAYUNEWS – Dalam kegiatan Local Media Community (LMC) 2025, CEO Volare Advertising Network, Pradhana Harsaputera Sidharta mengungkap mengenai berbagai tantangan yang dihadapi oleh agensi periklanan serta media massa online, baik mainstream maupun lokal.
Dalam forum yang berlangsung pada Selasa (4/2/2025) tersebut, Pradhana menjelaskan bahwa perubahan dalam perilaku klien dan audiens sangat berpengaruh terhadap model bisnis media saat ini.
Media, baik itu media massa, media sosial, maupun media komunitas, harus beradaptasi dengan tren yang berkembang untuk tetap relevan dan mendapatkan pemasukan.
“Setiap hari konsumen kami mengalami perubahan. Kenapa klien menuju ke digital? Karena perkembangan dari era itu sendiri, terlebih lagi setiap era ikut berubah,” jelasnya.
Sebagai praktisi di dunia agensi, Pradhana melihat bahwa perubahan tren yang terjadi di masyarakat dapat secara langsung mempengaruhi strategi pemasaran digital.
Ia kemudian mencontohkan bagaimana konser Coldplay di Jakarta sempat memberikan dampak signifikan akan industri periklanan.
“Seperti contohnya ada konser musik Coldplay di Jakarta, cukup berpengaruh. Beberapa menit produk di Malaysia menggunakan lirik dari lagu Coldplay membuat viral unggahan mereka. Bahkan, sebuah produk pengaman menggunakan gambar Coldplay, hingga Idul Adha menggunakan model senada dengan Coldplay,” terangnya.
Dalam pandangan Pradhana, strategi agensi periklanan saat ini telah berubah drastis dibandingkan beberapa tahun lalu.
Dulu, tujuan utama agensi adalah menyebarkan iklan secara luas serta berharap pesan dapat tersampaikan dengan baik ke audiens.
Namun, kata CEO Volare itu, kini strategi tersebut tidak lagi efektif karena preferensi audiens yang terus berubah.
“Audien juga mengalami perubahan. Kita selalu mengalami new advertising channel, salah satunya shop commerce strategi, agency membuat short video agency karena audience menonton hal itu saja, makin ke sini brand besar mulai meninggalkan e-commerce player dan mereka buat sendiri,” ucap Pradhana.
Selain itu, ia mengungkap bahwa platform pencarian informasi juga mengalami pergeseran.
Generasi muda, terutama Gen Z, lebih memilih menggunakan TikTok sebagai mesin pencari dibandingkan mesin pencari konvensional.
“40 persen Gen Z melakukan search di TikTok. Tiap bulan agency me-refresh channel, tiap bulan mencari ide untuk beradaptasi dengan audiens, agency juga membuat iklan se shuttle mungkin dengan beradaptasi dengan konsumen. Hal itulah yang saat ini membuat agency bekerja keras dan memutar otak,” imbuhnya.
Meskipun tantangan semakin kompleks, media lokal tetap memiliki peluang besar dalam menjangkau pasar.
Dengan memperkuat komunitas lokal, media lokal masih bisa menarik perhatian merek dan produk yang ingin beriklan secara spesifik.
“Semua informasi yang bersifat community, membuat banyak brand-brand yang masih mencari. Mas Pradana saya kalau misalkan pengen nyari ibu-ibu yang sukanya memasak gimana? Ya memerkuat lebih ke memasak di daerah Surabaya itu apa aja,” jelasnya.
Di sisi lain, media online juga harus memperkuat eksistensi mereka di media sosial guna membangun brand awareness serta menjangkau lebih banyak audiens.
“Mereka (produk) saat ini lebih mencari media-media yang cukup besar, misalkan memang ada kesempatan dari media lokal membuat new distribution channel membuat new channel untuk pengembangan media untuk mendapatkan, adalah memperkuat melalui sosial medianya masing-masing,” bebernya.
Dengan perubahan pesat di industri media dan periklanan digital, Pradhana menekankan pentingnya inovasi serta adaptasi agar tetap relevan di tengah dinamika pasar.***