SERAYUNEWS – Siapa sangka, rupanya judul film “Ipar adalah Maut” yang berasal dari kisah nyata dan tengah viral, terinspirasi dari salah satu hadits.
Pasalnya, judul film “Ipar Adalah Maut” tersebut berasal dari hadis alhamwu-almaut yang langsung Bukhari dan Muslim riwayatkan.
Hadis alhamwu-almaut seringkali diinterpretasikan secara harfiah banyak orang. Namun, makna sebenarnya memiliki dimensi yang lebih mendalam dalam perspektif Islam.
Dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِيَّاكُمْ وَالدُّخُولَ عَلَى النِّسَاءِ فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَرَأَيْتَ الْحَمْوَ . قَالَ الْحَمْوُ الْمَوْتُ
“Berhati-hatilah kalian masuk menemui wanita (yang bukan mahram kalian).” Lalu ada seseorang dari Anshar bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu tentang ipar?” Beliau menjawab, “Ipar adalah maut” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam konteks ini, maut tidak berarti secara literal sebagai kematian, tetapi sebagai peringatan keras mengenai potensi bahaya dan fitnah.
Peringatan tersebut tidak hanya ke ipar saja, tapi kerabat dekat isteri yang bukan mahram. Al Laits berkata al hamwu adalah ipar, yakni saudara laki-laki dari suami.
Hadis di atas juga mengajarkan larangan berdua-duaan dengan wanita yang bukan mahram.
Dalam hadis sudah disebutkan pula,
لاَ يَخْلُوَنَّ أَحَدُكُمْ بِامْرَأَةٍ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ ثَالِثُهُمَا
“Janganlah salah seorang di antara kalian berdua-duaan dengan seorang wanita (yang bukan mahramnya) karena setan adalah orang ketiganya.” (HR. Ahmad 1: 18. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih, para perawinya tsiqoh sesuai syarat Bukhari-Muslim).
Islam sangat menekankan pentingnya menjaga batasan antara pria dan wanita yang bukan mahram untuk mencegah fitnah, menjaga kehormatan, serta memelihara kesucian rumah tangga.
Ipar dalam budaya tertentu sering dianggap sebagai bagian dari keluarga yang dekat, sehingga batasan-batasan pergaulan kadang menjadi longgar.
Namun, Islam menekankan bahwa walaupun ipar adalah saudara dari suami atau istri, mereka bukan mahram dan interaksi harus tetap memiliki batasan sesuai dengan aturan syariat.
Rasulullah SAW mengingatkan bahwa hubungan antara ipar dan istri saudara bisa menjadi sumber fitnah.
Fitnah di sini berarti segala sesuatu yang bisa menggoyahkan iman, menimbulkan keraguan, atau bahkan menyebabkan perselisihan dan perpecahan dalam rumah tangga.
Dalam situasi di mana ipar dan istri dari saudaranya sering berinteraksi tanpa ada pengawasan, bisa muncul godaan dan syahwat yang membahayakan keutuhan rumah tangga.
Oleh karena itu, Islam menganjurkan tindakan pencegahan dengan cara membatasi pergaulan.
Misalnya, interaksi antara ipar dan saudara istri harus berada dalam batasan yang ditetapkan, seperti tidak berdua-duaan tanpa kehadiran mahram lain dan menjaga pandangan serta perilaku.
Meskipun hadis ini muncul dalam konteks masyarakat Arab pada masa Nabi, prinsip-prinsip yang terkandung di dalamnya tetap relevan hingga kini.
Dalam kehidupan modern, di mana interaksi antara pria dan wanita semakin terbuka, menjaga batasan ini menjadi semakin penting.
Peningkatan kasus perceraian dan perselingkuhan dapat berhubungan dengan kurangnya pemahaman dan penerapan nilai-nilai ini dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan memahami dan menerapkan makna dari hadis ini, umat Islam harapannya dapat menjaga keharmonisan dan kesucian rumah tangga mereka.
Tindakan pencegahan ini bukan hanya untuk menjaga hubungan antara suami istri, tetapi juga untuk menjaga hubungan baik antar keluarga besar dan menghindari konflik.
Hadis ipar adalah maut mengajarkan kepada umat Islam pentingnya menjaga batasan pergaulan antara pria dan wanita yang bukan mahram, bahkan dalam lingkungan keluarga.
Dengan mematuhi aturan syariat mengenai pergaulan ini, semoga dapat tercipta rumah tangga yang harmonis, bebas dari fitnah dan godaan, serta mampu menjaga kehormatan.
Interpretasi yang benar dan penerapan yang bijak dari hadis ini sangat relevan untuk menjaga ketentraman dan keutuhan rumah tangga di tengah masyarakat modern.*** (Umi Uswatun Hasanah)