
SERAYUNEWS-Isu pemenuhan hak asasi manusia (HAM) bagi penyandang disabilitas psikososial kembali menjadi perhatian serius negara. Banyak temuan di beberapa wilayah yang masih melakukan praktik diskriminatif dan perlakuan tidak manusiawi dalam layanan rehabilitasi berbasis institusi, seperti pembatasan kebebasan bergerak, pemaksaan pengobatan, hingga minimnya mekanisme pengaduan yang aman.
Merespons kondisi tersebut, Pusat Rehabilitasi YAKKUM (PRY) bekerja sama dengan Komisi Nasional Disabilitas (KND) menggelar kegiatan Pemantauan Bersama Panti/Balai Rehabilitasi Penyandang Disabilitas Psikososial bertema “Transformasi Panti/Balai Rehabilitasi Menuju Layanan yang Terbuka dan Berbasis Hak Asasi Manusia (HAM)”. Kegiatan ini berlangsung di Banjarnegara, Kamis (18/12/2025).
Kegiatan tersebut dihadiri Wakil Menteri HAM RI Mugiyanto, Komisioner KND Jonna Aman Damanik, Partnership Coordinator Program INKLUSI Shinta Widi Mulyani, Asisten Deputi Kesejahteraan Lanjut Usia dan Disabilitas Kemenko PMK Ricky Radius Siregar, serta 78 peserta dari unsur pemerintah, lembaga negara, organisasi masyarakat sipil, dan komunitas disabilitas psikososial.
Pemantauan bersama ini bertujuan mendorong transformasi layanan rehabilitasi agar lebih terbuka, akuntabel, serta berorientasi pada pemenuhan HAM. Selain itu, kegiatan ini juga memperkuat pengawasan multipihak terhadap praktik layanan rehabilitasi disabilitas psikososial di Indonesia.
Di tengah berbagai tantangan, sejumlah praktik baik mulai berkembang. Melalui dukungan Program Kemitraan Australia–Indonesia Menuju Masyarakat Inklusi (INKLUSI), PRY bersama Pusat Pengembangan dan Pelatihan Rehabilitasi Bersumberdaya Masyarakat (PPRBM) melakukan pendampingan terhadap Balai Rehabilitasi Pamardi Rahardjo di Kabupaten Banjarnegara.
Pendampingan tersebut mencakup perbaikan Standar Operasional Prosedur (SOP), penguatan pemulihan berbasis keluarga dan komunitas melalui Family and Community Support Group (FCSG), serta kolaborasi lintas sektor, termasuk dengan dinas tenaga kerja untuk pelatihan keterampilan dan penguatan kemandirian penerima manfaat. Praktik ini dinilai sebagai model yang dapat direplikasi secara nasional.
Partnership Coordinator Program INKLUSI, Shinta Widi Mulyani, menegaskan bahwa transformasi panti rehabilitasi tidak boleh berhenti di Banjarnegara semata.
“Kami berharap praktik layanan berbasis HAM ini dapat diperluas ke wilayah lain agar manfaatnya dirasakan lebih banyak Orang Dengan Disabilitas Psikososial. Pemenuhan hak ODDP merupakan langkah penting menuju negara yang semakin sadar dan menghormati HAM,” ujarnya.
Sementara itu, Wakil Menteri HAM RI Mugiyanto mengapresiasi langkah kolaboratif yang dilakukan YAKKUM bersama pemerintah daerah dan mitra lainnya. Menurutnya, kemitraan dengan masyarakat sipil merupakan kunci dalam memperkuat pemajuan HAM.
“Apa yang dilakukan YAKKUM adalah langkah luar biasa. Pemenuhan HAM hanya bisa berjalan efektif jika didukung masyarakat sipil yang konsisten mengawal isu-isu HAM, termasuk hak Orang Dengan Disabilitas Psikososial,” katanya.
Ia juga menekankan pentingnya kerja bersama lintas aktor, mulai dari pemerintah, lembaga nasional HAM, hingga masyarakat sipil, serta memastikan rekomendasi hasil pemantauan dapat ditindaklanjuti sesuai mandat Peraturan Presiden Nomor 13.
Komisioner KND Jonna Aman Damanik menambahkan bahwa kolaborasi lintas sektor menjadi keniscayaan dalam penanganan isu disabilitas psikososial. Salah satu pendekatan yang dinilai relevan adalah rehabilitasi berbasis masyarakat (rehabmas), yang perlu dijalankan dengan filosofi dan prinsip HAM, baik dalam praktik maupun kebijakan.
“Ke depan, diperlukan koordinasi lintas kementerian agar kebijakan dan praktik yang dijalankan mampu menjawab tantangan di tingkat nasional maupun regional,” ujarnya.
Kegiatan pemantauan bersama ini merupakan bagian dari implementasi Nota Kesepahaman antara PRY dan KND terkait penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas. Pemantauan melibatkan berbagai lembaga nasional HAM, kementerian terkait, serta organisasi masyarakat sipil dan organisasi penyandang disabilitas.
Melalui kegiatan ini, diharapkan tersusun laporan pemantauan yang memuat temuan dan rekomendasi perbaikan sistem layanan, teridentifikasi praktik baik yang dapat direplikasi, serta terbangun komitmen bersama untuk memperkuat layanan rehabilitasi berbasis HAM. Rehabilitasi berbasis keluarga dan komunitas juga didorong sebagai solusi berkelanjutan pascarehabilitasi institusional.