Purbalingga, serayunews.com
Polemik soal minyak goreng yang terjadi di masyarakat, mendapat sorotan dari Pemkab Purbalingga. Menyikapi kondisi itu, jajaran Pemkab menggelar rapat koordinasi. Hasil rapat itu diketahui beberapa faktor penyebabnya. Selanjutnya, Pemkab juga memikirkan solusi untuk mengtasi hal itu.
“Tentu kami (Pemkab, red) tidak tinggal diam. Demi keamanan dan kenyamanan masyarakat, kami lakukan rakor dengan OPD terkait, apa penyebab dan bagaiman solusinya kita telaah,” kata Bupati Purbalingga, Dyah Hayuning Pratiwi, usai rakor di ruang rapat bupati, Selasa (31/05/2022).
Dalam rapat tersebut, dibahas penyebab harga minyak goreng curah di Purbalingga saat ini umumnya melebihi harga eceran tertinggi (HET). Tingginya harga minyak curah, disebabkan rantai distribusi yang panjang.
Sesuai skenario Permendag No 11 Tahun 2022, rantai distribusi minyak goreng curah meliputi produsen, distributor I (D1), distributor II (D2) dan terakhir pengecer.
“Namun yang terjadi di Purbalingga, D2 masih menjual lagi ke Distributor III (D3) sebelum ke pengecer,” ujarnya.
Maka dari itu, diperlukan rapat lanjutan yang menghadirkan distributor II (D2) minyak goreng curah. Nantinya, bisa dianalisa dan dicarikan solusi bersama. Tentunya langkah apa yang nanti ditempuh tidak merugikan D2, dalam hal bisnis. Namun, masyarakat pun tetap bisa mendapat harga minyak goreng yang wajar.
“Kepentingan kami hanya bagaimana agar harga minyak goreng curah bisa sesuai HET Rp 15.500 per kilogram di pasar tradisional,” kata Tiwi.
Diketahui, HET minyak goreng curah senilai Rp 15.000 . Namun di lapangan, ada yang menjual sampai Rp 19.000, bahkan lebih.