SERAYUNEWS— Indonesia ternyata masih tidak berdaya menghadapi berbagai serangan siber dari pihak luar. Peretas sellalu mampu membuat pemerintah malu.
Rangkaian demi rangkaian kejahatan siber terus mendera. Yang paling baru adalah serangan ransomware pada Pusat Data Nasional atau PDN yang bersifat sementara dan pengelolanya Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).
Sepekan lalu, tepatnya pada Kamis (20/6/2024) Pusat Data Nasional anjlok. Awalnya, ada dugaan server error atau mengalami anomali biasa. Kenyataannya, server mendapat serangan ransomware.
Parahnya, pemerintah langsung takluk oleh peretas tadi. Data PDN yang mendapat serangan ransomware hilang begitu saja, tak dapat mereka pulihkan, lenyap ke tangan hacker.
Akhirnya Menkominfo bersama Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Letjen TNI (Purn) Hinsa Siburian dipanggil Komisi I DPR Komisi I DPR pada hari ini, Kamis (27/6/2024).
Rapat Kerja dengan Komisi I DPR itu dalam rangka ingin mengetahui perkembangan penanganan terkait gangguan server Pusat Data Nasional (PDN) yang mendapat serangan ransomware.
Kominfo dan BSSN dalam rapat kerja tersebut mengakui tak memiliki backup atau cadangan data. Jadi, data-data yang riskan hilang tidak bisa kembali. Ini bisa membuat negara mengalami kerugian besar.
Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid yang mendengar pernyataan tersebut merasa bahwa itu merupakan suatu kebodohan.
Menurutnya, Kementerian Kominfo dan BSSN harusnya sudah menyadari akan serangan-serangan siber dan memiliki cadangan data agar tidak terjadi hal yang tak mereka harapkan.
“Kalau enggak ada back up, itu bukan tata kelola sih, Pak, kalau alasannya ini kan kita enggak hitung Surabaya, Batam backup kan, karena cuma 2 persen, berarti itu bukan tata kelola, itu kebodohan saja sih, pak,” ujar Meutya.
Tim Gabungan dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Polri dan juga Telkom selaku pihak pengelola PDN, sudah berupaya mengembalikan data-data tersebut.
Namun, sejumlah upaya yang pemerintah lakukan tidak berhasil melawan serangan ransomware dari peretas. Pemerintah akhirnya mengaku gagal memulihkan data-data yang tersimpan di PDN.
Tim gabungan menemukan pesan berisi permintaan tebusan dari peretas. Peretas meminta pemerintah membayar 8 juta dollar AS atau Rp 131 miliar, jika ingin data-data yang tersimpan di PDN kembali. Namun, pemerintah menolak negosiasi itu.
“Ya pemerintah kan enggak mau menebus, sudah dinyatakan tidak akan memenuhi tuntutan Rp 131 miliar,” ujar Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kemenkominfo Usman Kansong, Rabu (26/6/2024).
Seiring dengan itu, Pemerintah sudah memutuskan untuk pasrah kehilangan data-data tersebut. Tidak ada jaminan peretas akan memulihkan dan tak mengambil data, ketika mendapat bayaran serta memberi akses ke PDN untuk membuka enkripsi.
“Iya dibiarkan saja di dalam, sudah kita isolasi. Jadi, enggak bisa diapa-apain. Enggak bisa diambil oleh dia (peretas) juga,” kata Usman.
Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Peribahasa tersebut mungkin merupakan yang paling tepat menggambarkan kondisi dan situasi kedaulatan siber di Indonesia saat ini.*** (O Gozali)