SERAYUNEWS—- Tanggal 1 Juli merupalan hari peringatan Bhayangkara atau perayaan hari lahir Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Tahun 2024 ini, Hari Bhayangkara sudah memasuki peringatan yang ke-78.
Isu integritas polisi masih terus menjadi bahan gunjingan publik. Kasus problematik kerap berdatangan dari oknum-oknum polisi.
Ferdy Sambo dan Teddy Minahasa, misalnya. Keduanya menambah catatan buruk polisi di mata masyarakat.
Terakhir, dugaan kekerasan polisi terhadap pelajar di Padang yang menewaskan Afif Maulana. Sebelumnya, ada kasus Vina Cirebon yang menimbulkan buruk sangka publik ke Polri.
Tak ada salahnya HUT Bhayangkara ini kita peringati dengan merefleksi citra diri polisi yang baik.
Gus Dur pernah pernah berseloroh, “Polisi yang baik itu cuma tiga. Pak Hoegeng almarhum bekas Kapolri, patung polisi, dan polisi tidur.”
Indonesia memang pernah memiliki sosok polisi jadi panutan sampai sekarang, yaitu Jenderal Hoegeng Iman Santoso (Hoegeng), lahir di Pekalongan pada 14 Oktober 2021.
Hoegeng menjabat sebagai Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) kelima tahun 1968-1971. Meski singkat, kepemimpinan Hoegeng membawa perubahan signifikan di tubuh Bhayangkara.
Akibat sikap tegas tanpa kompromi itu, Hoegeng terpaksa dipensiunkan sebelum waktunya. Salah satu prinsip hidupnya adalah lebih baik hidup melarat daripada menerima suap.
Hoegeng berani menolak hadiah perabot mewah untuk rumah dinas ketika bertugas di Medan. Saat itu, dia berhasil mengungkap kasus penyelundupan ratusan mobil mewah tahun 1968-1972.
Hoegeng hanya mengandalkan gaji dari kepolisian. Oleh karena itu, istri Hoegeng, Merry Roeslani membuka toko bunga.
Toko bunga itu pun laris dan terus berkembang. Namun, sehari sebelum Hoegeng akan dilantik menjadi Kepala Jawatan Imigrasi (kini jabatan ini disebut Dirjen Imigrasi) tahun 1960, Hoegeng meminta Merry menutup toko bunga tersebut.
Tentu saja, hal ini menjadi pertanyaan istrinya. Apa hubungannya dilantik menjadi kepala jawatan Imigrasi dengan menutup toko bunga.
“Nanti semua orang yang berurusan dengan Imigrasi akan memesan kembang pada toko kembang ibu, dan ini tidak adil untuk toko-toko kembang lainnya,” kata Hoegeng.
Hoegeng juga yang membenah struktur organisasi di tingkat Mabes Polri yang lebih dinamis dan komunikatif.
Dia mengubah istilah Panglima Angkatan Kepolisian RI (Pangak) menjadi Kepala Kepolisian RI (Kapolri), dan mengubah nama Markas Besar Angkatan Kepolisian menjadi Markas Besar Kepolisian (Mabes Polri).
Hogeng juga pernah terlihat menyempatkan diri turun ke jalan dan pusat keramaian demi memantau tugas anggotanya. Bahkan, dia turut mengatur langsung kepadatan lalu lintas walaupun sedang memakai baju dinas Kapolri pada
Hoegeng pernah mengembalikan kalung emas seberat 5 gram dari istri Duta Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Kalung emas itu untuk istri Hoegeng sebagai ucapan terima kasih karena Hoegeng berhasil menemukan mobil istri Duta Besar tersebut yang orang curi.
Setelah purnatugas, Hoegeng hidup sederhana dengan gaji Rp 10 ribu rupiah setiap bulan. Dia mengisi masa pensiun dengan melukis dan bermusik.
Hoegeng meninggal dunia pada 14 Juli 2004. Sebelum meninggal, Hoegeng menolak dikuburkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan.
Dia memilih beristirahat di pekuburan Taman Giri Tama di Tonjong, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.*** (O Gozali)