SERAYUNEWS—- Tanggal 25 Juni setiap tahunnya dirayakan sebagai Hari Pelaut Sedunia. Peringatan ini berdasarkan resolusi Konferensi Diplomatik 2010 di Manila untuk mengadopsi Konvensi STCW yang telah mengalami revisi.
Setap tahunnya peringatan akan berfokus pada hal-hal berbeda. Merujuk pada situs resmi International Maritime Organization (IMO), pada tahun 2024, kampanye akan berfokus pada kontribusi pelaut dalam menjadikan sektor maritim sebagai tempat kerja yang lebih aman.
Indonesia sendiri tercatat sebagai salah satu anggota dan masuk anggota dewan IMO. Selain itu, Indonesia merupakan salah satu penyuplai pelaut terbesar ketiga di dunia setelah China dan Filipina.
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menyatakan tahun 2024 ini tercatat ada 1,4 juta pelaut Indonesia yang tersebar di berbagai negara.
Hal itu menjadikan Indonesia sebagai salah satu dari lima negara penyumbang pelaut terbesar di dunia. Oleh karena itu, pemerintah terus melakukan penguatan pendidikan kelautan.
“Dalam upaya menjaga kejayaan pelaut Indonesia, langkah-langkah konkret yang meliputi investasi pendidikan dan pelatihan serta kepatuhan terhadap standar internasional perlu kita tegakkan bersama-sama secara aktif,” kata Kepala Subdirektorat Kepelautan, Kemenhub Capt. Maltus Jackline Kapistrano dalam keterangan di Jakarta, Senin (20/5/2024).
ILO mencatat Indonesia merupakan penyuplai pekerja perikanan terbesar di dunia. Mereka bekerja di laut bebas maupun bekerja di negara setempat sebagai pelaut residen.
Bangsa pelaut tampaknya memang sah disandang negeri ini. Kita tentunya sudah tidak asing lagi dengan lagu anak-anak yang berjudul “Nenek Moyangku”. Ibu Sud menciptakan lagu tersebut pada tahun 1940.
Lagu ini sungguh menggambarkan sajarah bangsa ini sebagai pelaut. Kita bisa melihat relief kapal layar pada Candi Borobudur yang merupakan candi Budha terbesar di dunia.
Pada abab 8M, 1200 tahun yang lalu Kerajaan Syailendra mendirikan sebuah kapal layar yang besar dan megah. Kapal tersebut berlayar rutin mengarungi lautan melewati Samudra Hindia ke Madagaskar, Afrika Selatan hingga ke Ghana.
Kemudian, ada Sultan Alaudin Al-Mukamil dari Kesultanan Aceh memiliki armada kapal perang hingga 100 kapal. Belum lagi, bukti sejarah kapal Pinisi yang sudah ada sejak abad ke-14 M, buatan putra-putri Sulawesi Selatan.
Kapal Pinisi mereka buat dengan tangan dan berbahan kayu. Mereka menggunakan paku kayu bukan paku besi. Kemampuan tersebut merupakan warisan turun temurun suku Bugis yang tinggal di Kabupaten Bulukumba, Makassar.
Jadi, jika ada orang masih bertanya apakah benar nenak moyang kita orang pelaut, terjawab sudah. *** (O Gozali)