SERAYUNEWS– Wacana penghapusan sistem outsourcing di Indonesia, semakin nyata. Presiden Prabowo Subianto telah menyampaikan komitmen tegasnya pada peringatan Hari Buruh Internasional (May Day), Kamis (1/5/2025).
Prabowo menyatakan keinginan untuk segera mengakhiri praktik kerja alih daya (outsourcing) yang menyengsarakan pekerja.
Lalu, kapan kebijakan penghapusan outsourcing ini terealisasi? Melansir berbagai sumber, berikut kami sajikan informasi selengkapnya.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengonfirmasi, bahwa kebijakan Presiden tersebut kini menjadi pijakan utama dalam penyusunan regulasi baru.
Dia menjelaskan, kebijakan Presiden Prabowo soal penghapusan outsourcing akan menjadi dasar penyusunan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan.
Yassierli menyebut, saat ini Kemnaker sedang menjaring masukan dari berbagai pemangku kepentingan. Mulai dari serikat buruh, kalangan pengusaha (termasuk APINDO), hingga lembaga tripartit seperti LKS Tripnas dan Depenas.
Pada pekan ini hingga pekan depan adalah fase penjaringan aspirasi. Setelah itu Kemnaker akan melaporkan kepada Presiden Prabowo untuk arahan selanjutnya.
“Jadi ini proses yang bertahap, tapi arahnya sudah jelas,” ujarnya.
Menaker juga mengkritisi praktik outsourcing yang kerap melanggar etika ketenagakerjaan. Banyak pekerja yang sudah berusia di atas 50 tahun, masih berstatus outsourcing tanpa kepastian karier dan hanya dapat gaji setara upah minimum.
“Kita temui banyak kasus pekerja tua masih berstatus outsourcing. Ini jelas bentuk ketidakadilan dalam sistem kerja,” ucapnya tegas.
Meskipun Presiden Prabowo berniat menghapus outsourcing secara menyeluruh, Menaker menyatakan, masih butuh kajian mendalam. Apakah penghapusan akan berlaku penuh atau terbatas.
Pihaknya belum bisa memastikan apakah penghapusan bersifat total atau parsial. Ini karena ada potensi dampak pada industri padat karya. Seperti tekstil dan manufaktur yang kini juga sedang menghadapi gelombang PHK.
Saat ini, Kementerian Ketenagakerjaan sedang menyusun peraturan menteri yang akan mengatur secara spesifik skema outsourcing.
Regulasi ini akan mempertegas batasan jenis pekerjaan yang boleh di alihdayakan, sekaligus menetapkan standar pengupahan dan perlindungan bagi pekerja.
“Kita akan perjelas sektor mana saja yang masih boleh menggunakan outsourcing. Misalnya seperti jasa kebersihan, keamanan, dan logistik,” tambah Yassierli.
Ketua Bidang Ketenagakerjaan APINDO, Bob Azam, mengingatkan bahwa penghapusan outsourcing tidak boleh gegabah. Ia meminta pemerintah menyusun analisis teknokratis yang rinci.
“Yang harus kita evaluasi itu sistem atau implementasinya? Kalau implementasinya yang bermasalah, ya perbaiki. Kalau sistemnya, evaluasi dulu dampaknya,” katanya.
Sementara itu, Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P. Sasmita, menilai sistem outsourcing sebenarnya bisa menjadi jembatan bagi pekerja untuk memperoleh akses kerja. Terutama di tengah kesenjangan informasi lapangan pekerjaan.
“Outsourcing perlu evaluasi secara bijak, bukan penghapusan total. Pemerintah sebaiknya membuat daftar sektor yang boleh menggunakan sistem ini, beserta aturan pemotongan gaji yang masuk akal,” jelas Ronny.
Belum ada tanggal pasti kapan penghapusan sistem outsourcing. Namun, pemerintah menargetkan pembentukan Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional dalam waktu dekat.
Dewan inilah yang akan merancang skema transisi dan menyusun rekomendasi teknis penghapusan.
“Kami ingin secepatnya, tapi tetap melalui kajian yang mendalam. Arahnya sudah jelas: hapus outsourcing secara bertahap dan adil,” ujar Presiden Prabowo dalam pidato May Day 2025 di Monas.