SERAYUNEWS—- Dalam hadis, ada penjelasan kalau Allah akan murka kepada orang-orang yang enggan berdoa.
“Sesungguhnya (jika ada) orang yang enggan berdoa kepada Allah, maka Allah akan murka kepadanya.”
Begitu pentingnya doa dalam menjalin hubungan kita dengan Allah. Seolah, seluruh ajaran agama yang berkaitan dengan ibadah ketauhidan memiliki satu inti, yaitu doa.
Nabi yang paling banyak berdoa adalah Nabi Ibrahim AS. Akan tetapi, ada kisah Ibrahim AS memilih untuk tidak berdoa.
Kisah itu ada dalam kitab tafsir At-Thabari.
Seketika saat Nabi Ibrahim dilempar dalam kobaran api, datanglah Jibril dan berkata, “Apakah kamu butuh bantuan?”
Nabi Ibrauim AS menolak. “Jika kepadamu, tentu tidak.”
Jibrill pun menjawab, “Maka, mintalah kepada Tuhanmu!”
Nabi Ibrahim AS menjawab, “Cukuplah bagiku untuk tidak meminta kepada Tuhanku. Sungguh Tuhanku Maha Mengetahui tentang keadaanku.”
Kisah tersebut mengajarkan kepada kita, Nabi Ibrahim AS yang rajin berdoa ternyata dalam keadaan terdesak memilih tidak berdoa.
Imam Abil Qosim Abdil Karim Bin Hawazin Al-Qusyairy dalam karyanya yang monumental, “Risalatul-Qusyairiyyah”, menjelaskan, “Jika dihatimu terbersit hak Tuhan sebagai tujuan berdoa, maka berdoalah! Jika dihatimu terdapat kepentingan dirimu sendiri dalam berdoa, maka diamlah dan jangan berdoa karena diam pada saat itu menjadi hal yang terbaik bagimu.”
Dalam kajian filsafat, sikap diam sesungguhya adalah doa. Itu merupakan doa ala Mistikus Eksistensialis, di mana semua penderitaan, kesedihan, dan kemarahannya tidak lagi terungkap dengan kata-kata, melainkan dalam diam.
Komunikasi paling agung adalah komunikasi dalam diam dan serta penyerahan total kepada Allah.
Ada juga berdoa pola pujangga, tidak pernah mengeluh, selalu bersyukur dengan untaian kata yang indah. Penderitaan seberat apa pun tetap diterima tanpa pernah meminta pertolongan Allah.
Terakhir, ada berdoa pola pengemis. Seperti pengemis, apapun masalahnya selalu meminta kepada Allah tanpa berusaha semaksimal mungkin.
Selalu mengeluh atas penderitaan, tanpa bisa bersyukur. Inilah pola berdoa yang penuh dengan kata, tapi miskin dengan makna. Yang manakah kita?*** (O Gozali)