Saat ini Indonesia tak terkecuali warga Kabupaten Banyumas, tengah berbangga hati. Pasalnya Saptoyogo Purnomo (22) berhasil meraih medali perunggu dalam ajang Paralimpiade Tokyo atau ajang terakbar atlet difabel dalam perlombaan atletik lari 100 meter T37 pada Jumat (27/8/2021). Meski banyak orang yang berbangga dengan prestasi tersebut, ada satu orang yang benar-benar merasa bangga dengan keberhasilan Saptoyogo tersebut, yakni pelatihnya semasa Ia bersekolah di SMK Muhammadiyah 2 Ajibarang, Winda Prasepty.
Purwokerto, serayunews.com
Rasa senang luar biasa diutarakan oleh Winda saat dihubungi oleh serayunews.com. Hal itu karena anak didiknya yang hingga sekarang masih sering berkomunikasi berhasil meraih medali perunggu di ajang dunia tersebut.
“Saya, bangga banget, kita pernah mengusahakan dia sampai ke sana,” ujar dia, Minggu (29/8).
Winda menceritakan, banyak kenangan yang sempat terjadi dengan Sapto. Winda yang mengajar di sebuah club atletik yang bernama Flash Atletic Club pertama kali bertemu dengan Sapto pada tahun 2014. Saat itu dirinya melihat sosok Sapto, meski difabel tapi memiliki postur yang atletis. Sapto dikenal karena mampu melakukan lompatan yang tinggi dibandingkan dengan siswa lainnya.
“Kalau yang lainnya lompat sampai 130 cm, dia bisa lompat lebih dari 140 cm. Kemudian saya tanya waktu itu, dia suka olahraga atau tidak, dia bilang suka dan saya minta dia ikut saya, saya latih untuk kejuaran di Bandung,” kata dia.
Winda pun meminta izin orangtua Sapto, hingga akhirnya Sapto resmi Ia latih sebagai muridnya. Melatih Sapto bukan perkara yang sulit bagi Winda, karena sebelumnya Ia pernah melatih seorang difabel juga hingga berhasil merain tiga medali emas dalam Pekan Paralimpik Indonesia (Peparnas) di Riau.
“Setelah kita latihan, kemudian ada seleksi Paperpenas, alhamdullilah dia lolos. Kemudian ada TC di Solo, sampai akhirnya di ke Bandung dan berhasil mendapatkan tiga medali emas, pada ajang 100 meter, 200 meter dan lompat jauh,” ujarnya.
Dalam perjuangan tersebut, Winda memang terlihat sangat gigih untuk terus mendorong Sapto menjadi atlet sukses. Bahkan pada saat TC di Solo, dirinya rela membawa soal ujian semester untuknya.
“Jadi saat itut memang sedang ada ujian tengah sementer atau semesteran, saya pergi ke Solo untuk membawakan soal ujian, setelah selesai saya bawa lagi ke sekolah soalnya. Saya saat itu berfikiran, supaya dia itu sekolahnya jalan prestasinya jalan. Memang perjuangan banget,” kata dia.
Namun, perjuangan paling berat yakni saat membujuk orangtuanya, agar Sapto bisa menjalani TC di Solo. Winda memahami selama ini orangtua Sapto tidak pernah jauh dari anaknya, terutama ibunya.
“Saya sering menjelaskan ke orangtuanya, saya bilang di sana di Solo sudah diurusi dengan baik, makanannya juga enak-enak,” ujarnya.
Meski sekarang ini Sapto sudah tidak lagi menjadi muridnya, dan sudah menjadi atlet nasional, Winda mengaku masih berkomunikasi dengan Sapto. Winda memberikan semangat serta memantau kondisinya.
“Kemarin dia WA saya, dia bilang dia di Tokyo. Saya juga ucapkan selamat kepada dia,” kata dia.
Winda berpesan kepada Sapto agar berusaha tetap menjadi atlet yang hebat, dengan terus berlatih hingga selalu mengikuti petunjuk yang diarahkan oleh para pelatihnya.
“Buat Sapto, salatnya jangan ditinggal, tetap berbakti kepada orangtua. Prestasi melangit tetapi hati tetap membumi,” ujarnya.