Kroya, Serayunews.com
Adalah Agus Riyanto (42) warga RT 04 / RW 01 Desa Sikampuh yang merupakan salah satu dari puluhan sopir bajaj berada di zona Kecamatan Kroya Cilacap. Hampir setiap hari ia mangkal bersama rekannya di sebelah utara Pasar Kroya atau di depan salah satu super market dengan harapan dapat penumpang setiap harinya.
Namun keadaan terkadang tak sesuai dengan yang diharapkan. Apalagi suasana pandemi Covid-19 membuat pendapatannya semakin menurun dibandingkan sebelum pandemi dan awal adanya bajaj di Kecamatan Kroya.
“Dulu pertama ada bajaj di Kroya, awalnya hanya sekitar 4 unit, pendapatan lumayan, banyak penumpangnya. Tapi sekarang sudah ada sekitar 40 bajaj, penumpang bergilir, terkadang kalau lagi sepi tidak ada penumpang sama sekali,” ujarnya.
Keberadaan bajaj di Kroya saat ini juga bersaing dengan jasa transportasi konvensional lain seperti becak kayuh dan ojek pangkalan. Serta masih merebaknya becak motor (bentor) yang masih tetap beroperasi meski sudah dilarang.
Agus juga menceritakan, jika bajaj yang digunakan adalah milik ayahnya yang dibeli secara mengangsur. Setiap hari paling tidak dia harus menyisihkan hasil untuk biaya setoran sekitar Rp 900.000 setiap bulannya.
“Saya sudah narik bajaj sekitar dua tahun, dulu bapak saya yang ikut koperasi namun atas nama saya, DP bajaj Rp 5 juta dan setiap bulan angsur Rp 900.000. Tapi penghasilan kadang tidak nutup untuk setoran, jadi kadang ngambil dari dalam (kas) dulu,” ungkapnya.
Secara kebutuhan yang terus meningkat, Agus harus memutar otak agar kebutuhan sehari-hari tercukupi serta uang angsuran bulanan terpenuhi. Terlebih Agus kini memeiliki dua orang anak yang masih sekolah.
“Kalau toserba Jadi Baru ramai ya mending, bisa ada penumpang, kadang penumpang tidak hanya dari pasar saja, kadang dapat dua penumpang, kadang juga ada dari saudara atau tetangga yang minta antar ke rumah sakit, ya sekarang tinggal menghubungi dengan tepon,” ungkapnya.
Untuk jam operasional, dia sesuaikan dengan kondisi/suasana keramaian order penumpang. Jika sedang sepi dia juga memilih untuk cari kerja sampingan.
“Kalau jam mangkal ya seenaknya saya aja, kalo lagi sepi ya mending ikut mbawon (kerja metik padi), karena lagi musim panen, jadi ada tambahan,” ungkapnya.
Sedangkan untuk tarif angakutan bajaj, menurutnya tidak ada patokan tarif, hanya memperkirakan jauh dekatnya, dan bisa dinego.
“Biasanya kalo tarif dinego dulu, tidak dipatok, semisal dari Pasar Kroya ke Buntu sekitar Rp 25.000, untuk order satu bajaj bisa diisi dua orang atau barang. Kalau PP bisa Rp 50.000, tapi kadang ya bisa lebih atau kurang tergantung negonya,” jelasnya.
Sementara untuk penghasilan setiap harinya, dia mengaku tidak menentu tergantung ada tidaknya penumpang.
“Setiap hari penghasilan tidak mesti, kadang dapat Rp 70 ribu, kadang Rp 90 ribu, kadang tidak sama sekali, beda dengan dulu, sehari bisa narik Rp 300 ribu, karena masih sedikit yang punya bajaj,” ungkapnya.
Dia berharap agar kondisi pandemi segera berakhir, sehingga perekonomian bisa pulih kembali dan aktivitas akan semakin ramai kembali.
Perlu diketahui, angkutan transportasi Bajaj merupakan terobosan alternatif angkutan resmi. Bajaj diluncurkan untuk mengganti becak motor serta angkutan kendaraan bermotor lainnya yang dilarang beroperasi di jalan raya. Keberadaan bajaj juga dinilai sebagai angkutan yang berkeselamatan.