SERAYUNEWS – Perkembangan zaman yang semakin pesat turut membawa perubahan besar dalam cara manusia berinteraksi.
Salah satu perubahan yang signifikan adalah penggunaan media sosial yang kini menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari.
Tidak hanya sebagai sarana komunikasi, platform digital ini juga menjadi ruang bagi masyarakat untuk mengekspresikan berbagai macam aktivitas, termasuk ekspresi diri.
Di era digital ini, media sosial bukan hanya menjadi tempat untuk berkomunikasi tetapi juga menjadi sarana untuk meluapkan berbagai emosi, baik melalui teks, foto, video, atau gabungan dari semuanya.
Tren ini memperlihatkan bagaimana teknologi telah mengubah cara manusia mengekspresikan identitas dan emosi mereka dalam dunia maya.
Kaum Milenial dan Gen Z adalah dua kelompok yang aktif dalam menggunakan media sosial, dengan berbagai cara untuk menyalurkan ekspresi mereka.
Salah satu cara yang belakangan ini banyak diminati adalah dengan bergabung dalam “Komunitas Marah-marah”.
Komunitas Marah-marah merupakan sebuah ruang di dunia maya yang diperuntukkan bagi siapa saja yang ingin meluapkan amarah dan perasaan frustrasi mereka.
Dilansir dari jurnal Repository UPN Jawa Timur, komunitas ini pertama kali dibentuk pada Agustus 2022 melalui platform Twitter (sekarang dikenal dengan nama X).
Komunitas ini diinisiasi oleh pengguna X dengan akun @musyihab dan sejak saat itu, komunitas ini berkembang pesat dengan jumlah anggota yang terus meningkat.
Komunitas ini, seperti namanya, memang dirancang sebagai tempat untuk melampiaskan kemarahan.
Anggota komunitas Marah-marah umumnya adalah mereka yang sedang menghadapi berbagai permasalahan dalam kehidupan dan membutuhkan ruang untuk mengekspresikan perasaan negatif mereka.
Melalui platform ini, banyak individu yang merasa terbantu karena dapat berbagi perasaan dengan orang lain yang memiliki pengalaman serupa.
Pada Rabu, 26 Desember 2024, tercatat bahwa jumlah anggota Komunitas Marah-marah mencapai 876.000 pengguna X.
Dengan jumlah anggota yang sangat besar ini, tidak mengherankan jika komunitas ini menimbulkan berbagai pendapat dan argumen, baik pro maupun kontra.
Menurut pengguna X yang mendukung keberadaan Komunitas Marah-marah, komunitas ini menawarkan ruang untuk menyampaikan perasaan negatif seperti kekecewaan, kemarahan, atau frustasi yang sering dialami oleh penggunanya.
Banyak yang merasa lebih lega dan mendapatkan dukungan emosional dari anggota komunitas yang menghadapi masalah serupa.
Menulis di X dianggap bisa menjadi terapi untuk mengatasi beban emosional yang tidak bisa mereka sampaikan di dunia nyata.
Namun, di sisi lain, ada pula pihak yang menentang keberadaan komunitas ini.
Beberapa orang berpendapat bahwa platform ini malah memperburuk situasi, terutama ketika ada anggota yang mengekspresikan amarah dengan kata-kata kasar atau tidak senonoh.
Ketika ada anggota yang tidak sepakat atau memiliki pandangan berbeda, pertentangan bisa muncul dan memperburuk suasana.
Bukan solusi yang didapatkan, melainkan hujatan dan perdebatan yang hanya memperburuk emosi para anggotanya.
Sebagai sebuah ruang ekspresi, Komunitas Marah-marah mencerminkan dinamika emosi manusia di era digital.
Namun, penting bagi setiap individu untuk bijak dalam berkomunikasi, agar platform seperti ini dapat menjadi tempat yang mendukung penyelesaian masalah, bukan justru memperkeruh suasana.***