SERAYUNEWS— Pada era Sukarno, Indonesia dan Kuba bersahabat kental. Pemimpin revolusi Kuba Fidel Castro dan Che Gurvara bahkan menganggap Sukarno sebagai guru mereka.
Fidel Castro, saat menjadi Presiden Kuba, pernah berguru kepada Sukarno, tentang bagaimana membangun negara yang mandiri. Negara yang tidak bergantung kepada negara lain.
Sukarno memberi saran untuk menomorsatukan kemanusiaan. Kesejahteraan umum harus menjadi prioritas. Rakyat mesti tenang dan nyaman hidup di negaranya.
Saran itu dijalankan Castro, mulai dari nasionalisasi perusahaan sampai program kesejahteran rakyat. Kebutuhan pangan rakyat dipenuhi melalui program bernama Liberta yang diluncurkan pada bulan Juli 1963, beberapa tahun sesudah pertemuannya dengan Sukarno.
Jutaan warga Kuba mendapatkan banyak jatah makan dari pemerintah mulai dari hamburger, ikan, susu, hingga coklat dan bir. Banyak orang bahkan bisa mendapatkan kue untuk acara ulang tahun dan pernikahan mereka dari pemerintah.
Selain itu, revolusi juga dilakukan pada bidang kesehatan masyarakat dan pendidikan.
Melansir Reuters, rumah sakit di Kuba banyak yang tampak kusam dan kekurangan peralatan maupun obat. Namun, sistem kesehatan pemerintahan Presiden Fidel Castro bangun, mampu memberikan hasil yang setara dengan negara-negara kaya. Kesehatan di Kuba mendapat pengakuan sebagai salah satu yang terbaik di dunia.
Sistem pendidikan di Kuba juga menjadi salah satu yang terbaik di dunia. Saat ini, pendidikan di Kuba gratis bagi seluruh warga negaranya, terdiri dari sekolah umum berbagai jenjang, sekolah khusus vokasional, atau sekolah-sekolah tersier lain yang mengajarkan keterampilan.
Namun, sejak 1990-an bantuan pangan mulai berkurang dan puncaknya terjadi beberapa tahun terakhir ini. Subsidi pangan berkurang dari sekitar empat juta libretas (sebutan untuk penerima program jatah makan Liberta). Selain itu, porsi jatah pangan juga berkurang secara drastis untuk masing-masing penerima manfaat.
Melansir dari The Washington Post, Selasa (26/3/2024), angka rata-rata inflasi di Kuba dalam tiga tahun terakhir sudah mencapai 50% per tahun. Negara ini juga mengalami penurunan produk domestik bruto sebesar 2%.
Sektor pertanian juga terus mengalami penurunan produksi akibat kurangnya modal dan peralatan. Selain itu, kondisi ini makin buruk dengan melemahnya pasokan pertanian seperti insektisida dan pupuk.
Toko-toko yang negara kelola, tempat masyarakat Kuba biasanya menerima jatah makanan pokok seperti beras, kacang-kacangan, garam, gula, kopi, dan yang terpenting, susu bayi, kini semakin kosong.
Sementara itu, toko-toko kecil bermunculan di seluruh pulau setelah perusahaan swasta kecil dan menengah mendapat izin buka dalam upaya mengurangi kekurangan pasokan. Namun, harganya tidak terjangkau oleh masyarakat.
Pada akhirnya, pemerintah Kuba kini telah meminta bantuan Program Pangan Dunia (WFP), sebuah langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya.*** (O Gozali)