SERAYUNEWS– Ernesto Guevara de la Serna, orang kenal dengan Che Guevara, merupakan tokoh revolusi Marxist asal Argentina. Namanya sangat terkenal ketika membantu Fidel Castro melancarkan Revolusi Kuba pada 1956-1959.
Dia menjadi radikal setelah berkeliling seluruh Amerika Latin dan menyaksikan sendiri kelaparan, kemiskinan, serta penderitaan. Ucapan Che yang sangat terkenal, jika kamu bergetar dengan geram setiap melihat ketidakadilan, kamu adalah kawan saya.
Che menjelma menjadi idola global, fotonya yang ikon terpampang di dada kaos anak-anak muda.
Ternyata, Che pengagum berat Sukarno, baginya Sukarno adalah guru. Dia yang pertama mengunjungi Sukarno di Jakarta.
Pada Juni 1959, Castro meminta Che untuk mengunjungi negara-negara Asia dan menemui Sukarno di Jakarta serta beberapa tokoh gerakan non-blok. Indonesia menjadi tuan rumah Konferensi Asia Afrika saat itu.
Sukarno dan Che Guevara berdiskusi panjang tentang revolusi di negara masing-masing. Keduanya memiliki kedekatan yang erat karena sama-sama merupakan anti-imperialis.
Ada kisah menarik seperti yang Sigit Aris Prasetyo tulis dalam bukunya yang berjudul “Dunia dalam Genggaman Bung Karno”, Imania terbitkan tahun 2017 lalu. Pada kesempatan pertemuan itu, Che menanyakan sesuatu yang agak pribadi kepada Sukarno.
“Untung sang penerjemah tidak langsung menerjemahkan, yang pastinya akan sangat memalukan Sukarno,” tulis Sigit dalam bukunya.
Sukarno kemudian memberi wejangan kepada Che bagaimana perjuangan bangsa Indonesia.
“Bagi saya, Che, sebuah perubahan sejarah itu tidak boleh setengah-setengah, ia harus menjebol, ia harus memporakporandakan. Dari situasi porak poranda itu kita bangun yang baru, bangunan masyarakat yang modern, terhormat dan memanusiakan manusia” kata Bung Karno, seusai makan malam.
Lalu, Che memberi sekotak cerutu Kuba kepada Bung Karno. Bapak Bangsa Indonesia itu pun mengajak Che ngobrol di teras Istana Negara. Itulah sebuah keakraban yang bersejarah.
Che Guevara meninggal pada 9 Oktober 1967 di Bolivia karena hukuman mati dengan cara ditembak. Saat itu Che memimpin perlawanan di negara tersebut.
Dia meninggalkan jabatan menteri di Kuba dan memilih berjuang untuk negara-negara tertindas di Asia Selatan dan Afrika.***(Kalingga Zaman)