SERAYUNEWS— Madam Wellington Koo tercatat dalam sejarah dunia sebagi perempuan Indonesia yang menjadi ibu negara Republik Rakyat Tiongkok.
Perempuan itu, Oei Hui Lan atau Madam Wellington Koo, lahir di Semarang, 21 Desember 1889. Dia menikah dengan Wellington Koo yang saat itu jadi diplomat Tiongkok.
Posisi Koo saat itu adalah orang terpenting kedua di Tiongkok. Dia kerap membuat kebijakan dan memimpin langkah diplomasi Tiongkok di dunia. Salah satu kiprahnya jadi pembentuk Liga Bangsa-Bangsa.
Mereka menikah di Brussel pada 1921. Setahun kemudian, jabatan Koo naik menjadi Menteri Luar Negeri dan Menteri Keuangan Tiongkok.
Setelah Presiden Tiongkok Sun Yat Sen wafat pada tahun 1926, Koo lantas menjadi pelaksana tugas Presiden Republik China, yang membuat Oei Hui Lan praktis jadi ibu negara.
Sejak itu, ke manapun suaminya pergi, Oei Hui Lan berada di sisi sebagai pendamping sampai berhenti menjabat pada 1927.
Ia adalah puteri dari Oei Tiong Ham, Raja Gula Dunia asal Semarang. Dijuluki Rockefeller dari Asia, kekayaannya sama dengan John D Rockefeller, konglomerat minyak dari AS. Surat kabar De Locomotief waktu itu bahkan menyebut Oei Tiong Ham sebagai orang terkaya di antara Shanghai dan Melbourne.
Oei Tiong Ham mendapat julukan sebagai Tuan 200 Juta Gulden, karena menjadi pengusaha pertama yang kekayaannya menembus angka 200 juta gulden atau sekitar Rp27 triliun dengan nilai tukar saat ini.
Dia memiliki lahan seluas 81 hektar di pusat Kota Semarang di sekitar rumah tinggalnya, kawasan Gergaji, Semarang. Rumahnya yang besar dan sering disebut Istana Gergaji (Istana Tiong Ham) atau Istana Balekambang, kini masih utuh dan menjadi kantor Otoritas Jasa Keuangan Regional III Jawa Tengah dan DIY di Jalan Kyai Saleh.
Sementara itu, sisa lahannya kini menjadi pusat perkantoran pemerintah di sekitar Simpang Lima Semarang. Sebagian lain kini menjadi kompleks Polda Jawa Tengah, Kantor Gubernur Jawa Tengah, DPRD Jawa Tengah, kampus Universitas Diponegoro Pleburan, pusat perkantoran di Jalan Pandanaran hingga ke dekat Kampung Kali.
Belum lagi, di perkantoran kota Tua Semarang dan pabrik tebu hampir di seluruh pulau Jawa.
Oei Hui Lan menghabis masa kecilnya di Istana Tiong Ham Semarang yang memiliki lebih dari 200 kamar, ada kolam renang, dan kebun binatang kecil.
Di usia yang baru menginjak tiga tahun, ibunya sudah memberinya kalung dengan bandul berlian 80 karat dan perhiasan bertahta emas yang menjadi keseharian dalam hidupnya.
Walau begitu, hidupnya tak bahagia. Meskipun dirinya hidup bergelimang harta, tak membuat hidupnya bahagia. Saat tumbuh besar, kehidupannya justru penuh dengan luka dan airmata.
Ia harus menyaksikan kehidupan tragis sang ibu yang tak dapat memberikan seorang putra, sehingga ayahnya lebih memilih untuk memiliki 18 selir dan mempunyai 49 anak dari selir-selirnya.
Dari ke-18 selir, ayahnya begitu mencintai selir bernama Lucy Ho yang telah memberikan 7 anak. Lucy Ho jugalah yang membuat sang ayah memutuskan untuk meninggalkan Indonesia dan menetap di Singapura.
Oei Hui Lan meninggal dunia di tahun 1992 pada usia 103 tahun. Sebelum meninggal dia menyempatkan diri ke tanah air, seolah ingin memberi jejak sejarah melalui lukisan dirinya di depan cermin. Rambutnya yang hitam, tergerai melebihi pinggulnya. Ia berdiri, mematung dalam balutan gaun putih yang panjang.
Hingga saat ini, lukisan tersebut terpajang di ruangan The Sugar Baron Room di Hotel Tugu, Malang, Jawa Timur.*** (O Gozali)