
SERAYUNEWS– Kabupaten Cilacap ternyata menyimpan banyak warisan sejarah yang memiliki nilai budaya tinggi. Berdasarkan data Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Cilacap, hingga saat ini terdapat 22 Cagar Budaya (CB).
Cagar Budaya ini sudah teregistrasi secara nasional serta 90 Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB) yang tengah dalam proses kajian lebih lanjut.
Kepala Bidang Kebudayaan Disdikbud Kabupaten Cilacap, Ahmad Fathoni, menjelaskan bahwa penetapan cagar budaya mengacu pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Dari 11 objek pemajuan kebudayaan yang diatur, salah satunya adalah cagar budaya.
“Untuk cagar budayanya yang sudah teregistrasi ada 22, sementara ada 90 ODCB. Kalau yang CB sudah ditetapkan dan masuk dalam data pokok kebudayaan nasional. Sementara yang ODCB masih dalam proses kajian, dan bisa dinaikkan statusnya menjadi CB jika sudah memenuhi syarat ilmiah dan akademis dari tim ahli serta mendapat pengakuan dari kementerian,” jelas Fathoni, Rabu (29/10/2025).
Sejumlah cagar budaya yang telah ditetapkan di Cilacap di antaranya Lonceng Pendapa Kabupaten, Pintu Regol Pendapa, dan Makam Karang Suci.
Kemudian Benteng Pendem, Benteng Klingker, serta beberapa benteng bersejarah di Pulau Nusakambangan. Semua situs ini kini tercatat dalam data nasional dan mendapat perlindungan hukum.
Fathoni menegaskan, setiap upaya renovasi atau perubahan bentuk bangunan bersejarah harus melalui kajian ketat.
“Kabupaten Cilacap sudah memiliki Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) yang beranggotakan tujuh orang dari berbagai bidang, seperti arkeologi, sejarah, hukum, tata ruang, hingga akademisi. Semua keputusan restorasi atau perubahan bentuk bangunan harus mendapat rekomendasi dari tim ini,” tegasnya.
Ia menambahkan, partisipasi masyarakat juga berperan besar dalam proses pelestarian. Banyak registrasi ODCB berawal dari inisiatif warga yang melaporkan temuan bersejarah di wilayahnya.
“Dengan wilayah Cilacap yang luas, dari Nusawungu hingga Dayeuhluhur, masyarakat aktif melaporkan benda atau lokasi yang diduga cagar budaya agar bisa kami kaji lebih lanjut,” katanya.
Temuan-temuan yang dikaji memperlihatkan rentang sejarah panjang di Cilacap. Mulai dari peninggalan abad ke-7 Masehi seperti lingga dan batu lumpang yang menunjukkan jejak peradaban Mataram Kuno, hingga makam kolonial tahun 1905 peninggalan era Hindia Belanda.
“Dari masa Mataram Kuno, Islam, hingga penjajahan Belanda, semuanya meninggalkan jejak di Cilacap. Itulah kekayaan sejarah yang perlu kita lestarikan bersama,” tutur Fathoni.
Fathoni berharap pelestarian cagar budaya di Cilacap tidak hanya menjaga nilai sejarah, tetapi juga memperkuat identitas daerah sebagai bagian dari warisan kebudayaan nasional.
“Pelestarian ini membutuhkan kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat agar warisan leluhur tetap hidup dan menjadi kebanggaan daerah,” pungkasnya.