SERAYUNEWS – Filsafat Barat pra-modern meninggalkan jejak pemikiran mendalam dari para filsuf Yunani kuno yang hingga kini terus memengaruhi berbagai bidang ilmu.
Mulai dari refleksi tentang alam semesta hingga konsep-konsep etika dan politik, periode ini menjadi landasan bagi lahirnya pemikiran rasional yang berkembang pesat di masa berikutnya.
Artikel ini akan mengulas perjalanan panjang pemikiran filsafat Barat, menggali periode-periode utama, serta kontribusi signifikan yang diberikan oleh para filsuf terdahulu.
Berikut kami sajikan periodisasi Filsafat Barat pada zaman Pra-Modern.
Thales (± 625-546 SM) dari aliran Miletos dikenal sebagai perintis filsafat alam pertama yang memikirkan asal mula alam semesta. Ia meyakini bahwa air adalah pusat dan sumber dari segala sesuatu yang ada di alam semesta ini.
Muridnya, Anaximander (± 610-546 SM) mengembangkan konsep “apeiron” atau yang tak terbatas sebagai unsur dasar alam semesta. Ia juga tercatat sebagai penggagas konsep evolusi 2.000 tahun sebelum Darwin.
Anaximenes (± 585-528 SM) memandang udara sebagai asal usul segala sesuatu melalui proses pemadatan dan pengenceran. Ia meyakini bahwa perubahan merupakan elemen penting dari penyebab pertama.
Pythagoras (580-500 SM), pendiri aliran Pythagoreanisme, mengemukakan bahwa semesta ini tak lain adalah bilangan. Menurutnya, unsur bilangan merupakan prinsip dari segala-galanya.
Heraclitus (± 535-475 SM) dari aliran Elea menekankan perubahan sebagai prinsip dasar alam semesta. Pemikirannya terkenal melalui ungkapan “Tidak mungkin untuk menginjak dua kali sungai yang sama.”
Parmenides (± 515-450 SM) justru menentang pandangan tentang perubahan dengan menegaskan bahwa realitas sejati adalah “Satu” yang tetap dan abadi. Sementara Zeno (490 SM) terkenal dengan Paradoks Achilles dan Kura-kura yang mempertanyakan konsep gerak.
Dari aliran Pluralis, Empedocles (± 490-430 SM) mengemukakan teori empat unsur yaitu tanah, air, udara, dan api yang saling berinteraksi. Anaxagoras (± 500-428 SM) mengusulkan bahwa “nous” atau akal budi adalah prinsip pengatur alam semesta.
Democritus (± 460-370 SM) dan Leukippos dari aliran Atomis mengembangkan konsep atom sebagai partikel tak terbagi yang membentuk segala sesuatu. Mereka meyakini atom sebagai elemen yang tak terbatas dan abadi.
Protagoras (± 481-420 SM) dari aliran Sofis terkenal dengan pandangan relativismenya melalui ungkapan “Manusia adalah ukuran dari segala sesuatu.” Ia meyakini bahwa kebenaran bersifat relatif terhadap interpretasi individu.
Pertama adalah Socrates (468-399 SM). Ia mengembangkan metode pembelajaran unik dengan mengajarkan filsafat berdasarkan pengetahuan yang telah dipahami seseorang. Ia berfokus pada dua pertanyaan penting dalam hidup, yaitu kebahagiaan dan kebajikan, serta menggunakan proses sanggahan dan induksi dalam metode pembelajarannya.
Kedua ialah Plato (428-348 SM), murid Socrates, yang mengemukakan teori tentang dua dunia, yakni dunia ide dan dunia realitas. Ia meyakini bahwa ide bersifat kekal dan sempurna, sedangkan segala sesuatu di dunia realitas hanyalah bayangan dari apa yang ada di dunia ide.
Dan terakhir ada Aristoteles (384-322 SM), berbeda dengan gurunya Plato, ia menekankan bahwa materi tidak mungkin ada tanpa bentuk karena eksistensinya.
Ia juga terkenal dengan pemikiran tentang penggerak pertama (theos) dan mengembangkan sistem logika deduktif yang menjadi dasar logika formal hingga saat ini.
Seneca (4 SM-65 M), seorang penasihat kaisar Nero, menekankan pentingnya memento mori (kesadaran akan kematian) sebagai motivasi untuk menjalani hidup yang bermakna. Ia mengajarkan bahwa kekayaan bukan penghalang bagi kebajikan, asalkan seseorang tidak diperbudak olehnya.
Epictetus (50-135 M), yang lahir sebagai budak namun menjadi filsuf berpengaruh, mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati terletak pada kendali diri.
Ia memperkenalkan konsep dikotomi kendali, yang membedakan hal-hal yang berada dalam kendali kita (pikiran dan tindakan) dan yang di luar kendali kita (peristiwa eksternal).
Marcus Aurelius (121-180 M), sang “Filosof Raja”, percaya bahwa kehidupan harus dijalani dengan ketabahan dan harmoni dengan alam semesta.
Melalui buku Meditations, ia mengajarkan pentingnya fokus pada hal-hal yang dapat dikendalikan dan menerima hal-hal yang tidak dapat diubah.
St. Augustinus (354-430 M), uskup Hippo yang menjadi tokoh kunci dalam zaman Patristik, berhasil memadukan filsafat Neoplatonisme dengan doktrin Kristen.
Melalui karyanya The City of God, ia mengajarkan konsep “Kota Tuhan” dan “Kota Dunia” yang menekankan konflik antara hasrat ilahi dan duniawi.
St. Thomas Aquinas (1225-1274 M) adalah filsuf yang meyakini bahwa kebenaran bersifat universal, dapat ditemukan dalam pemikiran Yunani, Romawi, Yahudi, dan Muslim.
Sebagai seorang realis yang mengikuti pemahaman Aristoteles, ia mengajarkan bahwa dunia dapat diketahui apa adanya dan meyakini adanya keberadaan yang pertama dan mutlak, yaitu Allah, yang menjadi sumber dari segala kebaikan.
Itulah sejumlah penjelasan mengenai periodisasi Filsafat Barat pada era Pra-Modern. Semoga informasi ini dapat menambah wawasan dan memperkaya pemahaman kalian!***