SERAYUNEWS— Pada 14 Maret 1980. Bung Hatta meninggal dunia pada pukul 18.56 WIB di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta setelah sebelas hari menjalani perawatan. Ia terlahir di Bukittinggi dengan nama Mohammad Athar.
Athar berasal dari bahasa Arab, yang berarti harum. Namun, karena orang-orang di lingkungan tempat tinggalnya sulit menyebutkan nama Athar akhirnya menjadil Atta’. Lama-kelamaan, sapaan itu berkembang menjadi ‘Hatta.
Ia lahir dari keluarga bangsawan kaya raya, tetapi hidupnya penuh kesederhanaan. Sampai akhir hayatnya keinginan membeli sepatu kulit merk Bally pun tak terbeli. Hanya guntingan iklan ia simpan dengan rapi.
Harga sepatu itu memang mahal dan Hatta mencoba menabung. Akan tètapi, tidak pernah mencukupi karena selalu terambil untuk keperluan rumah tangga atau membantu kerabat dan kawan yang datang kepadanya untuk meminta pertolongan.
Hatta teliti sekali dalam menggunakan uang. Ia hanya menggunakan uang yang memang hak-nya. Ia tidak mau menggunakan mobil dinasnya untuk keluarga. Ia tidak mau menggunakan uang negara untuk kepentingan keluarganya dan pribadinya. Uang negara yang dianggarkan untuknya hanya mendukung kelancaran pekerjaan.
Ketika Bung Hatta pensiun, ia kesulitan membayar listrik, iuran PAM dan uang pajak bumi dan bangunan (PBB). Ali Sadkin, Gubernur Jakarta saat itu terharu melihat kondisi Hatta. Seorang pemimpin yang jujur hingga hidup susah di hari tua.
Sang Gubernur kemudian menjadikan Hatta sebagai warga kota utama yang membebaskannya dari iuran tersebut.
Kesederhanaan Hatta mencapai puncaknya ketika ia menuliskan surat wasiat supaya makamnya di pemakaman biasa saja.
“Apabila saya meninggal dunia, saya ingin dikuburkan di Jakarta, tempat diproklamasikan Indonesia Merdeka. Saya tidak ingin dikubur di Makam Pahlawan (Kalibata). Saya ingin dikuburkan di tempat kuburan rakyat biasa yang nasibnya saya perjuangkan seumur hidup saya,” tulis Hatta dalam surat wasiat yang ditulis pada 10 Februari 1975.
Kesederhanaan Hatta juga tercermin dalam kisah asmaranya. Sebagai muslim yang mendapat izin oleh syariat beristri empat, Hatta juga beristri empat.
“Adapun keempat istri Bung Hatta adalah: Pertama, Indonesia. Kedua, bangsa. Ketiga, pekerjaannya. Keempat, Ny. Rahmi Hatta,” begitu tulis Rosihan Anwar dalam buku Sejarah Kecil Petite Histoire Indonesia Jilid 5 (2012).*** (O Gozali)