SERAYUNEWS – Pakar hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Prof. Hibnu Nugroho, menilai bawah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) merupakan tonggak penegakan hukum. Maka dari itu, Bawaslu yang merupakan bagian dari Gakkumdu (Penegakan Hukum Terpadu) harus tegas dalam melakukan tugasnya.
Dia mengatakan jika Bawaslu tidak tegas dan membiarkan pelanggaran netralitas terus terjadi, hal itu justru akan merusak sistem pemilu. “Tidak hanya Bawaslu, Gakkumdu juga harus tegas. Gakkumdu tidak boleh ‘mletho’ (tidak konsisten, red.) kalau orang Jawa bilang, karena ini bagian dari prinsip demokrasi,” katanya, Sabtu (26/10/2024).
Terkait dengan adanya dugaan pelanggaran netralitas oleh paguyuban kades di Banyumas, Prof Hibnu menyatakan Bawaslu harus tegas dalam menangani dugaan kasus tersebut. Ketegasan Bawaslu, merupakan suatu tonggak dalam penegakan hukum. Maka dari itu, Bawaslu tidak boleh takut apabila pelanggaran tersebut berkaitan dengan penguasa maupun petahana.
“Karena di era pemilu itu, upaya-upaya sebagai bentuk penggalangan, upaya-upaya untuk menggunakan sarana kepala desa ataukah aparat pemerintah itu yang biasa terjadi, karena itu cara yang mudah,” katanya.
Dengan adanya ketegasan Gakkumdu khususnya Bawaslu, dia mengharapkan tidak sampai terjadi kades/lurah maupun aparat pemerintahan lainnya dengan sengaja menggunakan fasilitas atau melakukan upaya-upaya untuk memengaruhi orang lain untuk memilih paslon tertentu dalam pilkada.
“Sekarang yang ditunggu-tunggu masyarakat adalah keberanian Bawaslu untuk menindak. Atau jangan-jangan Bawaslu tidak berani, nah ini yang menjadi pertanyaan,” katanya.
Ia mengakui selama ini kasus dugaan pelanggaran netralitas sering kali tidak terselesaikan hingga ke ranah pidana dengan berbagai alasan seperti kurangnya bukti.
“Kalau masalah bukti, saya kira mudah, sekarang tinggal niatnya saja. Kalau sudah ada dugaan, laporan, kecenderungan, itu bukti mudah karena ini bukan bukti-bukti elektronik,” ujarnya.
Menurut dia, bukti-bukti suara dan bukti-bukti untuk penggalangan atau gerakannya itu sudah kelihatan. “Jadi kalau kesulitan bukti, saya kira suatu yang sulit untuk dipertanggungjawabkan, tinggal mau atau tidak, Bawaslu mau atau tidak. Ini saya kira suatu tonggak demokrasi yang betul-betul harus ditegakkan,” kata Prof. Hibnu.
Sementara Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, mengkaji dugaan pelanggaran netralitas kepala desa (kades) di wilayah itu yang mendukung salah satu pasangan calon dalam Pilkada Jateng 2024.
“Setelah menerima laporan, kami melakukan kajian awal secara materiel. Di materiel, kami masih kurang bukti,” kata Ketua Bawaslu Kabupaten Banyumas Imam Arif Setiadi.
Pihaknya memberi kesempatan pelapor untuk melengkapi bukti-bukti tambahan. Ia memastikan pihaknya secara prinsip akan serius menangani kasus dugaan pelanggaran netralitas kades tersebut karena menjadi atensi publik.
“Namun kami masih menunggu bukti-bukti tambahan dari pelapor,” katanya.
Diberitakan sebelumnya, kasus dugaan pelanggaran netralitas kades di Banyumas itu dilaporkan kepada Bawaslu Kabupaten Banyumas pada hari Kamis (24/10) oleh pelapor atas nama Hendro Prayitno dengan didampingi Rumah Juang Andika-Hendi dan Tim Advokasi Andika-Hendi Banyumas.
Dalam hal ini, pelapor melaporkan Kades Kasegeran Saefudin karena diduga sebagai panitia kegiatan Paguyuban Kepala Desa (PKD) Kabupaten Banyumas di salah satu hotel Purwokerto pada hari Senin (21/10).
Pelaporan dilakukan karena dalam kegiatan tersebut diduga terdapat pelanggaran pilkada berupa netralitas para perangkat desa dan indikasi transaksi praktik politik uang di mana setiap kades mendapatkan uang sebesar Rp1 juta sehari setelah acara itu.
Pelapor juga mendapatkan informasi dari salah seorang kades yang menjadi peserta pertemuan bahwa acara tersebut ditujukan untuk pemenangan salah satu paslon dalam Pilkada Jateng 2024, yaitu Ahmad Luthfi dan Taj Yasin.