Hal itu disampaikan Ganjar dalam sambutannya secara virtual di Konferensi Nasional: Sebuah Inisiatif Ketenagakerjaan dan Kewirausahaan Inkusif, Rabu (6/10). Ganjar mengatakan, pandemi memaksa seluruh komponen mencari cara baru dalam bekerja.
“Semua harus work from home, stay at home, maka banyak kawan-kawan yang punya talenta untuk bisa melakukan pekerjaan sendiri, bahkan berproduksi dalam komunitas kecil,” ucap Ganjar.
Dari keadaan yang serba penyesuaian, Ganjar melihat dan mendengar sendiri banyak penyandang disabilitas yang bisa memproduksi barang dengan bagus.
“Termasuk kawan-kawan yang ingin bekerja di dalam lapangan kerja yang makin hari makin inklusif, sehingga keterlibatan kawan-kawan para penyndang disabilitas juga bagus,” ujarnya.
Terkait ini, Ganjar mengaku terus mengumpulkan masukan. Para penyandang disabilitas, kata Ganjar, dapat bekerja di berbagai bidang sesuai dengan jenis disabilitasnya.
Contohnya, lanjut Ganjar, difabel netra. Ganjar menyebut mereka ternyata memiliki potensi yang bagus yakni dalam konteks komunikasi dan daya ingat.
“Mereka ini sebenarnya menjadi petugas di call center oke. Mereka bisa kerja kok di situ, nggak kalah sama yang lain. Menjadi penulis konten, penyiar radio, telemarketing, petugas administrasi, analis keuangan, akuntan itu mereka bisa kerjakan, dan tidak kalah dengan yang lain,” kata Ganjar.
Contoh lainnya adalah difabel fisik. Ganjar mengatakan, mereka punya kelebihan secara sensorik dan terampil sehingga mereka dapat ditempatkan pada pekerjaan yang hanya perlu pelatihan.
“Umpama servis elektronik. Banyak kan sekarang handphonenya rusak, alat elektroniknya rusak, mereka bisa kerjakan itu. Jadi pengajar, call center juga bisa, sopir motor roda tiga juga banyak, sim d juga bisa diberikan atau petugas admin dan lain sebagainya,” kata Ganjar.
Begitu pula pada difabel lain seperti difabel tuli, difabel mental dan difabel intelektual. Ganjar menilai mereka punya potensi masing-masing, sehingga pekerjaannya juga bisa disesuaikan.
“Kalau kemudian kita mendampingi kawan-kawan ini, memberikan ruang pekerjaan yang lebih besar, tentu mereka akan bisa terlibat,” kata Ganjar.
Ganjar mengaku merasa malu dan bersalah, sebab menyadari masih banyak perkantoran di lingkungan Pemprov Jateng yang belum terlalu ramah untuk penyandang disabilitas.
“Ini butuh teknologi dan pengetahuan bahwa mereka kerja di manapun oke. sesuai dengan kondisi masing-masing. Kesetaraannya, aksesabilitasnya itu mesti diberikan,” ujar Ganjar.
“Maka beberapa kali saya coba membuka tempat magang ke kantor pemprov, saya ketemu dengan kawan-kawan kemarin ada dari kawan tuli mahasiswa yg magang di Jateng, ke humas. ternyata saya belajar lebih banyak,” imbuhnya.
Pekerjaan rumah yang besar ini, lanjut Ganjar, harus dipahami dan diedukasi ke seluruh pihak. Terkait ini, maka pengetahuan juga harus diberikan kepada pengusaha, CEO atau pemilik usaha lainnya sehingga tidak jadi kendala.
“Nah effort inilah yang saya kira penting untuk kita berkomunikasi dengan Apindo, Kadin, dengan asosiasi buruh, sehingga inklusivitasnya bisa berjalan,” ujarnya.
Dari konferensi ini, Ganjar berharap pihaknya dapat menerima rekomendasi. Dari sisi regulasi, administrasi hingga politik anggaran.
“Dalam hal politik anggaran seperti kami, sebagai gubernur, pemerintah daerah apa yang bisa kita bantu pada kawan-kawan ini,” katanya.
Ganjar mengatakan ada satu hal yang membanggakan dari para penyandang disabilitas. Yakni semangat untuk bisa setara dan tidak mau dikasihani.
“Betapa bahagianya saya ketika saya sering berkomunikasi dengan kawan-kawan disabilitas. Satu yang membanggakan adalah mereka tidak butuh dikasihani, mereka hanya butuh setara, mereka hanya butuh akses yang sama, itulah tugas pemerintah untuk itu,” tandasnya.