SERAYUNEWS – Kabar duka kembali menyelimuti dunia. Paus Fransiskus, pemimpin tertinggi Gereja Katolik, wafat pada Senin, 21 April 2025.
Kepergian beliau menjadi kehilangan besar bagi jutaan umat Katolik di seluruh dunia, namun juga menyisakan pesan mendalam yang menyentuh hati banyak orang.
Bukan hanya karena wafatnya sosok yang dikenal penuh welas asih, tapi juga karena keputusan mengejutkan mengenai tempat peristirahatan terakhir beliau.
Pilihan ini tak hanya tak lazim, tapi juga sarat makna dan menunjukkan keteladanan hidup yang konsisten sampai akhir hayat.
Tradisi menyatakan bahwa para Paus biasanya dimakamkan di bawah Basilika Santo Petrus, jantung Vatikan yang penuh simbol sejarah dan kekuasaan. Namun Paus Fransiskus justru memilih tempat lain: Basilika Santa Maria Maggiore.
Pilihan ini bukan keputusan mendadak. Santa Maria Maggiore memiliki arti yang sangat pribadi dan spiritual bagi beliau.
Sejak awal masa kepausannya, Paus Fransiskus sering mengunjungi basilika ini—baik sebelum maupun sesudah kunjungan apostoliknya ke berbagai negara.
Di dalam basilika ini terdapat ikon terkenal, Bunda Maria “Salus Populi Romani”, yang menjadi lambang perlindungan bagi rakyat Roma.
Paus Fransiskus kerap berdoa di hadapan ikon ini, menjadikannya sebagai tempat perenungan dan kedekatan rohani yang intim.
Bahkan pada Desember 2023, beliau telah secara terbuka menyatakan keinginannya untuk dimakamkan di tempat ini. Bagi banyak orang, keputusan tersebut mencerminkan kepribadian beliau yang autentik dan merakyat.
Tidak hanya memilih lokasi yang jauh dari gemerlap Vatikan, gaya pemakaman Paus Fransiskus juga mencerminkan kesederhanaan yang luar biasa.
Beliau memilih peti mati dari kayu sederhana, tanpa hiasan mewah atau ornamen gereja yang mencolok. Bahkan batu nisannya hanya bertuliskan satu kata: Franciscus.
Gaya pemakaman ini sejatinya menjadi simbol dari hidup beliau yang penuh kerendahan hati.
Paus Fransiskus memang dikenal sebagai pemimpin yang dekat dengan umat kecil, menolak tinggal di Istana Apostolik, dan lebih memilih tinggal di rumah sederhana Domus Sanctae Marthae.
Langkah ini dianggap oleh banyak pihak sebagai bentuk pendidikan spiritual yang nyata—di mana tindakan lebih lantang daripada kata-kata.
Kematian Paus Fransiskus tak hanya meninggalkan duka, tapi juga menginspirasi. Keputusan beliau dimakamkan di Santa Maria Maggiore menuai pujian dari berbagai penjuru dunia.
Tak kurang dari 90.000 orang datang memberikan penghormatan terakhir, bahkan Basilika Santo Petrus dibuka sepanjang malam agar umat dapat melihat jenazah beliau sebelum dipindahkan ke lokasi peristirahatan terakhir.
Banyak pemimpin dunia yang memuji keputusan Paus sebagai bentuk nyata dari hidup dalam pelayanan dan mati dalam kesetiaan terhadap nilai Kristiani sejati.
Lebih dari sekadar tempat peristirahatan, keputusan Paus Fransiskus menyiratkan pesan: bahwa bahkan tradisi ribuan tahun bisa berubah, asal esensi dan nilai tetap dijaga.
Beliau akan dikenang karena membuka jalan dialog lintas agama, menyoroti pentingnya isu lingkungan hidup, serta menekankan inklusivitas dan belas kasih dalam ajaran gereja.
Dengan langkah ini, Paus Fransiskus seolah ingin berkata kepada dunia, “Kesederhanaan bukan kelemahan, tapi kekuatan yang bisa menyentuh hati manusia.”
Dan kini, semangat itu telah menjadi bagian dari warisan dunia, yang akan terus hidup dalam kenangan umat yang pernah tersentuh oleh keteladanan beliau.***