SERAYUNEWS—-Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengungkapkan pendapat mayoritas netizen Indonesia.
Netizen menganggap membengkaknya utang di masa pemerintahan Presiden Jokowi sebagai beban rakyat.
Hal itu terungkap dalam penelitian Continuum Indef terhadap perbincangan di media sosial X (Twitter) tentang utang pemerintah baru-baru ini.
“Pernyataan umumnya kira-kira tentang pandangan netizen soal utang itu bermanfaat untuk rakyat atau justru membebani,” kata Direktur Pengembangan Big Data Continuum Indef, Eko Listiyanto.
Dia menyampaikan hal tersebut dalam diskusi publik bertajuk Warisan Utang untuk Pemerintah Mendatang di kawasan Cikini, Jakarta (4/7/2024).
Dari hasil pemantauan itu, Indef menemukan 79% perbincangan menyatakan pendapat dengan persepsi utang telah membebani masyarakat.
Lantas, apakah Pemerintah selanjutnya mampu menyelesaikannya?
Indef mencatat sebanyak 72,5% netizen merasa pesimis Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dapat menangani warisan utang Presiden Jokowi.
“72,5% pesimis bahwa utang ini bisa ditanggani di pemerintah Prabowo-Gibran dalam 5 tahun mendatang. Ini menggambarkan bahwa para penggiat sosial media sudah merasa bahwa kondisi keuangan negara sudah terlalu buruk sehingga optimismenya menipis,” ujar Eko.
Tak hanya soal warisan utang Pemerintah Jokowi, Indef juga mengingatkan banyaknya utang yang jatuh tempo dalam lima tahun ke depan.
“Kita punya warisan utang yang luar biasa, sampai Mei 2024 kita punya utang Rp 8.300-an triliun, kemudian utang jatuh tempo 2025—2029 sekitar Rp 3.749 triliun. Sementara tahun depan (utang jatuh tempo) Rp 800 triliun dulu.”
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti mengatakannya dalam acara yang sama.
Esther lantas menyinggung soal program IKN yang memakan biaya Rp 466 triliun dan anggarannya dari APBN.
Kemudian, program makan bergizi gratis memiliki anggaran sama, Rp 466 triliun, yang mana tahun pertama sudah ada, yaitu Rp 71 triliun.
“Kalau itu tidak diimbangi dengan kapasitas penerimaan negara yang semakin meningkat, saya tidak terbayang, apakah negara ini akan mengalami stroke ketiga. Semoga tidak,” ujar Esther.*** (O Gozali)